Siaran Radio Immanuel-SPEK-HAM : Tantangan Kesehatan Reproduksi Bagi Remaja

siaran bersama Radio Immanuel

Generasi terkini yang lahir tahun 2000-an, di dalam kehidupan sehari sangat banyak mendapat arus informasi, paling jauh.  Para remaja belum banyak yang mau atau peduli kesehatan reproduksi. “Kalau peduli terhadap pendidikan kesehatan dan reproduksi saja saja tidak ada apalagi bicara tentang akses informasi?” papar Henrico Fajar dari SPEKHAM mengawali siarannya bersama Wempie, penyiar Radio Imanuel, Rabu (9/11).

  Menurut Infi, mahasiswa magang di SPEKHAM yang turut siaran menyatakan bahwa  remaja sekarang kurang sadar sehingga masih perlu informasi yang diberikan. Ia sendiri mengakui mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi waktu SMP, itupun tentang HIV dan AIDS. Saat ini generasi seumurnya mengalami perkembangan teknologi yang sangat pesat. Dengan adanya pengetahuan ini dan dibagikan kepada perempuan muda seusianya, maka untuk menghilangkan kehawatiran, SPEKHAM hadir berkaitan tersebut.

Terkait kesalahkaprahan, banyak terjadi sehingga timbul kasus-kasus seperti Kehamilan yang Tidak Dikehendaki (KTD). Mereka, korban Kekerasan Seksual (KS) dan mengapa ini terjadi karena remaja tak memiliki akses informasi dan mereka terjerumus pada pergaulan yang bebas sehingga mengalami KTD.

Henrico Fajar melihat bahwa KTD ini kemudian nanti ujung-ujungnya pernikahan dini, atau pernikahan anak. Mereka kemudian kehilangan cita-cita, mimpi, jangka panjangnya ke depan, secara cita-cita, ekonomi tidak bisa mapan. Kasus-kasus KS yang menimpa remaja cukup tinggi. Fajar pernah menemukan kasus di salah satu kabupaten di Solo Raya ini yang hampir lulus di semester terakhir. Ia korban KS, hamil, dan karena bidan desa memiliki perspektif baik. Maka bidan desa berhasil mengedukasi korban dan pihak terkait misalnya kelurahan, sekolah. Dan mempertahankan agar si anak tidak dikeluarkan, sehingga ketika lulus kemudian dia menikah dan melahirkan. Banyak terjadi, perempuan korban KS lalu hamil dan dikucilkan, selalu dipersalahkan, diolok-olok lalu dikeluarkan, atau disuruh pindah sekolah. Itu bukan solusi tetapi harus menjamin kebelangsungan pendidikan.

Pengalaman Fajar dalam mendampingi banyak, ia mendampingi kasus terkait KTD, mereka korban KS mengapa ini terjadi kaeena remaja tak memiliki akses informasi dan mereka terjerumus pada pergaulan yang bebas sehingga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Kami melihat bahwa KTD ini kemudian nanti ujung-ujungnya pernikahan dini, atau pernikahan anak. Mereka kemudian kehilangan cita-cita, mimpi, jangka panjangnya ke depan, secara cita-cita, ekonomi tidak bisa mapan. Kasus-kasus KS yang menimpa remaja cukup tinggi.

Fajar pernah menemukan kasus di salah satu kabupaten di Solo Raya, yang hampir lulus di semester terkahir, dia korban KS, hamil, karena bidan desa perspektif baik, maka bidan desa berhasil mengedukasi korban dan pihak terkait misalnya kelurahan, seolah, mempertahankan agar si anak tidak dikeluarkan, sehingga ketika lulus kemudian dia menikah dan melahirkan. Banyak terjadi, sudah hamil dikucilkan, selalu dipersalahkan diolok-olok dikeluarkan, atau disuruh pindah sekolah. Itu bukan solusi tetapi harus menjamin keberlangsungan pendidikan.

Sedang pengalaman SPEKHAM terkait mendampingi remaja saat pertama kali mengalami menstruasi dan mimpi basah adalah dengan melakukan edukasi di usia SMP dan SMA di Solo Raya. Ada yang mimpi basah bagi cowok, mens bagi cewek dan kebanyakan perempuan lebih terbuka, daripada cowok. Perempuan lebih bisa menyampaikan secara terbuka. Kalau cowok ketika saya tanya kapan terakhir mimpi basah? Bagaimana rasanya? mereka lebih tertutup. Hasil diskusi tersebut membuktikan bahwa remaja putri lebih nyaman dengan ibu. Laki-laki lebih kepada bapaknya. Yang jadi tantangan saat ini adalah bagaimana orangtua yang mendengar dari anaknya bahwa anaknya sudah mens, dan hal apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Bisa jadi banyak ortu yang berpikiran bahwa ngobrolin tentang mimpi basah,mens, seksualitas itu hal tabu. Padahal pendidikan tentang seksualitas harus kita berikan kepada anak-anak sedini mungkin supaya banyak yang paham setelah mens apa yang harus dilakukan bagaimana remaja menjalin relasi dengan laki-laki dan perempuan. “Ini masa puber ya yang saya maknai sebagai masa yang rentan. Remaja putri rentan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh kawan remaja laki-laki, pacarnya. Begitu pun sebaliknya sehingga kita akan tahu batasan-batasan interaksi yang sehat di antara mereka akan aman,”terang Fajar.

Terkait pada usia berapakah anak diberi pendidikan kespro, yakni di usia dini, dengan bahasa yang sederhana, misal usia 3 tahun sudah mulai misal pipis harus di kamar mandi, bahkan mandi di luar ruang. Pada usia 3-5 tahun melihat laki-laki dan perempuan, misal mau pipis maka toilet sesuai dengan jenis kelamin. Intinya sedini mungkin dengan bahasa sederhana. Kalau melihat perkembangan, dari bayi, anak bisa mememgang, sejak usia bayi. Kalau masa remaja, suka tidka suka oranagtua membuka ruang diskusi, banyak di zaman sekarang, karena kesibukan mereka memberi alat perangkat, gagdet misalnya.

Lalu karena kesibukan tidak ada komunikasi dan menganggap itu tidak ada masalah padahal sebenarnya itu awal masalah. Di masa remaja perlu diajak komunikasi pengalaman seharian di sekolah ngapain saja, pengalaman dia menstruasi. Menciptakan komunikasi dua arah itu penting. Kedua terkait korban perkosaan supaya tidak minder, pertama yang harus dilakukan adalah memastikan korban mendapat pendampingan dan pemulihan, perhatikan hak korban kalau masih sekolah ya harus tetap sekolah, jangan hilangkan haknya, hak mendapat perlindungan, dan kepastian hukumnya.

Terkait media kespro bisa dalam bentuk infografis atau slide-slide yang sesuai dengan remaja milenial atau justru edukasi konseling pribadi atau kelompok. Fajar menambahkan media pembelajaran tergantung kebutuhan misalnya misalnya kalau di sekolah, infografis lebih visual, kalau ada remaja korban KS penting didampingi face to face, komunikasi dua arah, komunikasi antar personal adalah penting. Misalnya ngobrol saat makan itu penting. Masalah edukasi SPEKHAM banyak melakukan berbagai cara, yang penting tujuan pendidikan tercapai sehingga ada harapan kekerasan seksual menurun.

SPEK-HAM bergabung dengan PTPAS, lembaga yang mengurusi korban korban KS ketika ada korban KS maka disambungkan jejaring. Kalau butuh psikolog maka tugas RSJD untuk dampingi.

Berbicara tentang pernikahan dini atau pernikahan anak, hal itu adalah pilihan. Artinya kalau ada korban KS lalu hamil, menikah atau tidak menikah itu pilihan. Itu dijamin oleh Undang-Undang namun realitanya untuk saat ini masih banyak orang berpandangan kalau sudah hamil maka ya dinikahkan, padahal itu bukan satu-satunya solusi.

Fajar menutup siaran dengan menanyakan jangan malu bicara soal seks dan seksualitas dan jangan tabu karena dari situ dapat dilihat perkembangan anak remaja. Ketika seksualitas bukan hal tabu harapannya banyak orang teredukasi sehingga menegaskan jika kurikulum di sekolah penting pendidikan terkait kespro.

Fajar juga menyatakan terkait konsultasi bisa di surel www.spekham.org. Bagi guru atau orangtua bisa bertelepon di hotline : 0271 715047. (red)