Langkah Nyata Kolaborasi SPEK-HAM x Puskesmas Gladagsari dalam Menyelenggarakan VCT sebagai Langkah Pencegahan Penyebaran HIV

Persoalan HIV di Indonesia menjadi perbincangan yang masih dianggap tabu di kalangan masyarakat. Pasalnya masyarakat kerap kali menganggap penyebaran HIV mudah disebarkan melalui interaksi face to face atau berbicara dengan ODHA. Pada kenyataannya, virus ini hanya dapat menular melalui berhubungan seksual beresiko, penggunaan jarum suntik yang sama, transfusi darah dengan ODHA, serta kehamilan.

Sebagai salah satu langkah pencegahan penyebaran HIV, SPEK-HAM berkolaborasi dengan Puskesmas Gladagsari, Kabupaten Boyolali, untuk melakukan tes VCT. Kegiatan ini merupakan pencegahan HIV yang memiliki tujuan melalui pembangunan kesadaran untuk mendapatkan informasi mengenai HIV/AIDS, mendorong perubahan perilaku (perubahan perilaku seksual beresiko menjadi perilaku seksual aman), dan meningkatkan kesadaran kritis mengenai HIV/AIDS.

Gambar 1. Petugas Mendata Peserta Door to Door

Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk melayani tes VCT bagi komunitas beresiko tinggi. VCT atau voluntary, counselling, and testing sendiri merupakan layanan konseling dan tes HIV yang dilakukan secara sukarela dengan tujuan untuk membantu pencegahan, pengobatan, dan perawatan bagi ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Kegiatan VCT juga dilaksanakan pada saat door to door yang dilaksanakan pada 9 Maret 2023 dimulai pukul 09.00 WIB.

Kegiatan ini dilaksanakan di 5 (lima) hotspot di wilayah Kecamatan Gladagsari, Kabupaten Boyolali dengan berisikan lima petugas layanan, petugas lapangan dan koordinator lapangan dari SPEK-HAM, serta 15 populasi kunci. Populasi kunci tersebut meliputi komunitas beresiko tinggi, yakni MSM dan Transgender. Kegiatan serupa juga telah dilaksanakan pada 1 Maret 2023 lalu di lima hotspot di wilayah Kecamatan Boyolali yang terdiri dari 15 orang yakni MSM dan Transgender.

Gambar 2. VCT yang dilakukan oleh Petugas Layanan.

Door to door dimulai dengan mengelilingi wilayah hotspot serta memberikan edukasi mengenai HIV/AIDS kepada komunitas beresiko tinggi. Selanjutnya petugas layanan yang didatangi oleh lima petugas dari Puskesmas Gladagsari memberikan layanan berupa tes untuk mengetahui apakah 15 populasi kunci tersebut reaktif terhadap HIV/AIDS.

“Untuk hasilnya sendiri bisa ditunggu maksimal 20 menit ya, Kak,” ujar Anis, dokter dari Puskesmas Gladagsari. Para peserta yang berasal dari komunitas beresiko tinggi diminta menunggu hasil dari tes HIV tersebut selama maksimal 20 menit sejak darah diteteskan pada alat pendeteksi virus. Setelah menunggu sekian lamanya, diketahui seluruh peserta yang dites tersebut memiliki hasil yang negatif atau non-reaktif.