Soroti Implementasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, SPEK-HAM Gelar Webinar

 

Guna Mendorong impelementasi Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi, SPEK-HAM menyelenggarakan Webinar dengan tema “Mengkawal Peran Perguruan Tinggi dalam Implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual” pada Rabu, 16 November 2022 di media Zoom Meeting.

Webinar menghadirkan Siti Rofiah, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)  Walisongo, Kota Semarang dan Nila Ayu Puspaningrum, Badan Pengurus Harian (BPH) Solidaritas Perempuan untuk Kemanusian dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Surakarta serta dipandu moderator Henrico Fajar dari SPEK-HAM.

Dalam Paparannya Nila menyambut baik lahirnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual  (UU TPKS No. 2 Tahun 2022). Menurutnya aturan-aturan ini cukup komprehensif dan berpusat kepada korban. Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan menyebutkan bahwa Kekerasan Seksual pada tahun 2021 ada sejumlah 2.363 kasus sebanyak 35% terjadi di Perguruan Tinggi, sementara itu data di Jateng menyebutkan sebanyak 53, 7% Kekerasan Seksual terjadi di tahun 2021. Sementara itu data yang dihimpun dan ditangani SPEk-HAM menyebutkan sepanjang tahun 2021 ada 73 kasus, 17 diantaranya merupakan kasus Kekerasan Seksual.

Menurut Nila relasi kuasa dan relasi gender yang timpang di lingkungan Perguruan Tinggi menjadi salah satu penyebab terjadinya Kekerasan Seksual.  Nila mencatat fakta kekerasan seksual yang sering terjadi adalah saat mahasiswi melakukan konsulitasi skripsi dengan Dosen Pembimbing. Mahasiswi dilecehkan dengan dirayu-rayu dengan kata-kata yang tidak senonoh hingga adanya paksaan, intimidasi dan sebagainya.

“Saya sangat berharap aturan-aturan yang sudah ada mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum pada korban, selain itu pencegahan juga harus masif dilakukan di lingkungan perguruan tinggi,” ungkap Nila. Dia menambahkan bahwa situasi kekerasan seksual di Perguruan Tinggi sangat mengkawatirkan, oleh karena itu semua orang harus didorong untuk berani bersuara dan tidak diam bila mengalami atau melihat kekerasan seksual.

Sementara itu Siti Rofiah mengingatkan kembali tentang peran Perguruan Tinggi yang menjadi tempat aman dan nyaman bagi siapapun untuk belajar menjalani pendidikan yang kritis serta non diskriminasi. Menurutnya Perguruan Tinggi dapat berperan dalam dua hal, yaitu pencegahan dan penanganan pada korban kekerasan seksual. Untuk pencegahan misalnya Perguruan Tinggi bisa melakukan edukasi pada semua warga kampus dan memberikan mata kulaih afirmasi pada mahasiswa dan mahasiwa tentang keadilan gender, kekerasan sekual, pencegahan kekerasan dan sebagainya.

Sementara pada ranah penanganan memberikan perlindungan serta pemenuhan hak-hak korban secara komprehensif. “Faktanya banyak korban kekerasan seksual yang mengalami trauma yang berkepanjangan, mereka butuh pemulihan secara menyeluruh dan harus berpusat kepada korban,” ungkap Siti.

Dia menambahkan bahwa warga kampus bertanggungjawab penuh untuk mewujudkan kampus yang ramah terhadap perempuan, tidak boleh ada lagi kampus yang malah menutup-nutupi kasus-kasus kekerasan yang terjadi di lingkungannya.

Sebagai informasi Webinar ini dilaksanakan sebagai rangkaian kegiatan peringatan ulang tahun SPEK-HAM ke-24 tahun yang jatuh pada 20 Novermber 2022 dan peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HKtP) yang dimulai pada 5 November hingga 10 Desember 2022. Henrico Fajar (Divisi Kesmas SPEK-HAM)