Tak Perawan Tak Boleh Sekolah
- 24
- Sep
Oleh : Maria Sucianingsih
Perempuan adalah objek atau perempuan adalah kelompok kelas kedua atau perempuan harus bermoral. Ukuran moral adalah kaum perempuan maka dari itu perempuan harus ditata. Toh perempuan itu kelas dua hingga harus bersedia menjadi objek. Benarkah demikian?
Entah sebagai objek industry (pasar) bahkan objek hukum, tapi pemikiran tentang posisi kaum perempuan sebagai kaum yang harus ditata jelas – jelas telah menjadi dasar atas topik yang sedang hangat dibahas di Jambi saat ini, yaitu ide tentang tes keperawanan untuk ujian masuk sekolah. Ide ini muncul dari seorang legislator provinsi Jambi yaitu Bambang Bayu Suseno. Dia melayangkan ide yang berpotensi kontroversial yaitu mengharuskan siswa perempuan yang mendaftarkan diri ke sekolah negeri untuk menjalani tes keperawanan.
“Idenya sederhana. Orang tua jelas takut anak perempuan mereka kehilangan keperawanan sebelum waktunya tiba, jadi sebelum mereka melanjutkan studi mereka, mereka harus menjalani tes keperawanan yang secara otomatis melindungi martabat mereka, ” kata Bambang seperti dilansir dari The Jakarta Post.
Artinya Keperawanan menjadi syarat untuk bisa menempuh pendidikan. Gampangnya, jika seorang calon siswi setelah diuji ternyata terbukti tidak perawan, maka ia dilarang mendaftar sekolah.
“Jika dia kemudian diuji, dan ternyata diketahui dia tidak lagi perawan, dia tahu konsekuensinya bahwa dia tidak bisa melanjutkan pendidikannya,” kata Bambang lebih lanjut.
Ide Bambang tentang tes keperawanan ini sesungguhnya bukan berbicara tentang moralitas tapi lebih mangarah ke diskriminatif. Keperawanan sama sekali tidak ada kaitannya dengan pemenuhan hak dasar dan kebutuhan dasar yang salah satunya adalah pendidikan.
Ini ironis jika dikaitkan dengan fakta bahwa Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak yang salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan. Juru bicara sekretaris provinsi Jambi, Sudirman, adalah salah satu pihak yang menunjukkan penetangannya terhadap ide itu. Dia menganggap bahwa itu melanggar Hak Asasi Manusia dan Hak Pendidikan bagi anak. “Setiap warga negara mempunyai hak untuk pendidikan karena ini adalah diamanatkan dalam hukum. Jadi, setiap orang, perawan atau bukan, memiliki hak untuk pergi ke sekolah, ” katanya.
Bergulirnya wacana tes keperawanan bagi calon siswi di Jambi ini menunjukkan bahwa lagi-lagi program pemerintah pusat untuk pengarusutamaan gender masih bias bahkan di kalangan anggota dewan sekalipun.