Saya Malu Kalau “Dibuka-Buka”

Suasana pertemuan rutin

Kalimat itu keluar dari mulut ibu Parmi warga Desa Blumbang, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali di sela-sela kegiatan pertemuan kader kesehatan pada kamis 17/1 di Balai Desa Blumbang. Dia merasa malu bila alat kelaminnya harus dibuka saat pemeriksaan IVA tes. “Terus terang saya malu kalau alat kelamin saya dibuka dan dilihat-lihat”, ungkapnya. Lebih lanjut disisi lain dia menyadari bahwa IVA tes amatlah penting salah satunya untuk mengetahui status kesehatan utamanya kesehatan reproduksi perempuan.

Rohma, Bidan Desa Blumbang menyebutkan bahwa masih tingginya budaya malu perempuan desa sehingga berdampak pada keengganan perempuan untuk mengakses IVA tes. “Kami sudah sampaikan kepada masyarakat untuk mengikuti kegiatan IVA tes, agar tahu apakah dalam tubuhnya ada bibit kanker atau tidak”, ungkap Rohma. Dia menambahkan layanan IVA tes di Puskesemas Klego dilayani setiap hari Rabu.      

Terkait dengan rasa malu yang muncul dari saat IVA tes, sebenarnya itu tidak perlu terjadi. Henrico Fajar dari SPEK-HAM menyampaikan bahwa setiap tenaga medis mempunyai kode etik dalam memeriksa pasien dan tentu saja menjaga kerahasiaan akan status atau hasil pemeriksaan IVA. “Jadi kecil kemungkinan tenaga medis itu menceritakan kepada orang lain perihal status kesehatan atau hasil IVA tes ke banyak orang, yang diberitahu hasil IVA tes ya orang yang bersangkutan tersebut yang ikut IVA tes”, ungkap Fajar.

IVA tes merupakan kepanjangan dari Insfeksi Visual dengan Asam Asetat yang merupakan cara sederhana mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin. IVA tes bertujuan untuk mengurangi morbilitas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan, selain itu untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim.

Sementara itu informasi dari Puskesmas Klego menyebutkan bahwa pada tahun 2018 terdapat 23 orang perempuan yang mengikuti IVA tes, dari jumlah itu 6 orang dinyatakan positif IVA dan semuanya sudah dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut. Henrico Fajar K.W – Divisi Kesehatan Masyarakat SPEK-HAM