Diskusi Multistakeholder Kecamatan Juwiring Terkait HKSR : Ada 400 KTD Remaja di Kabupaten Klaten
- 28
- Jul
Diskusi multistakeholder terkait tentang Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 dengan tema Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dihelat oleh SPEK-HAM bekerja sama dengan Ipas Indonesia di Aula Kecamatan Juwiring, Jumat (25/7). Diskusi menghadirkan Muspika setempat, Kapolsek, Danramil dan Camat serta Kepala Kantor Urusan Agama (KUA), dinas kesehatan, dinas sosial, Kader Kespro, 19 kepala desa se-Kecamatan Juwiring, Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB).
Antonius Danang Wijayanto, manajer program dalam sambutannya mengatakan Inisiasi Perubahan Akses menuju Sehat (Ipas) punya mitra kerja di Klaten. Nama programnya adalah peningkatan kesehatan reproduksi terintegrasi atau Pekerti. SPEK-HAM dan Ipas mempunyai tujuan yang sama dilakukan di tiga kecamatan Bayat, Klaten Tengah dan Juwiring yakni penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). “Nanti kita akan melihat bersama, dan apa sih yang kemudian akan kita berikan? 25 kader kespro kita berikan kapasitas, dan ada beberapa yang kita transfer ke warga desa melalui safari Kespro. Kita ngobrol banyak tentang asuhan pascakeguguran,” terang Danang.
Siti Katrimah, narasumber dari dinas kesehatan menyatakan bahwa berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Klaten di antaranya yakni upaya promotif dan preventif, meski angka kematian ibu dan bayi masih tinggi. Cakupan ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) padatahun 2018 ada 17,67% kasus dan ini salah satu penyumbang. Kompleksitas persoalan KEK, kalau ibunya kurang gizi, bagaimana nanti bayinya? Dibutuhkan peran suami, bapak dan jangan mengira jika perempuan tidak bekerja itu tidak melakukan apa-apa.
Siti Katrimah mengungkapkan lagi tentang kondisi remaja di Klaten, angka kehamilan remaja ada 400 kasus sampai tahun 2019. Di Kecamatan Juwiring sendiri ditemukan 22 kasus, dan sampai bulan Juni tahun ini ada 143 perkawinan anak di Kabupaten Klaten, 4 di antaranya dari Kecamatan Juwiring.
Rahayu Purwaningsih, Direktur SPEK-HAM yang jadi salah satu narasumber juga membuka data tentang angka aborsi di Kabupaten Klaten yang cukup tinggi, baik spontan maupun provokatif. Dalam catatan ada 471 kasus di tahun 2016, 508 kasus di tahun 2017 dengan kasus pijat dukun atau minum obat. Dalam catatannya, ada penangkapan bidan senior terkait aborsi yang dilakukan di sebuah hotel. Korban membayar sangat banyak kepada pihak agen, dan bidan senior tersebut hanya menerima 1 juta, dan kemudian ia dipecat dari pekerjaannya.
Di tahun 2018, angkanya tidak berubah yakni 442 kasus aborsi. Aborsi kuretasi tajam akan mengakibatkan infeksi, mestinya tidak dengan kuretasi tajam. Beberapa layanan sudah melakukan kuretasi aman. Di Kabupaten Klaten tahun 2016, ada remaja hamil 136 kasus, yang sampai melahirkan 77 orang. Tahun 2017, hampir 300 remaja hamil yang melahirkan 209 . 2018 ada 158 yang sampai persalinan 125. Lalu sisanya dimana? Ada cacatan 400 remaja mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) siapa yang salah? Kita semua. Apakah desa sudah menganggarkan Dana Desa untuk materi kespro? Sekolah sudah ada pendidikan? Apakah kita mengajarkan nilai nilai selain akademis, dll. Apakah kelompok remaja sudah melakukan sosialisasi terkait kespro?Anak yang melahirkan di usia remaja riskan kanker leher rahim, atau kanker alat kelamin dan berkontribusi AKI, dan juga terjadi bagi perempuan yang kalau di-track di kehamilan kedua ada di usia di bawah 25 tahun.
Pada diskusi yang yang mempertanyakan peran pemerintah desa tersebut langsung dijawab oleh Kades Serenan bahwa pihaknya telah melakukan RPJMD dan menganggarkan terkait masalah kespro ada di dalam anggaran. Kedes Kenaipan juga menyatakan hal yang sama bahwa ada anggaran terkait kespro yang diberikan lewat posyandu. Lain lagi pendapat Lurah Sawahan bahwa pada tahun 2020 bahwa pihaknya mengalami kesulitan tatkala hendak melakukan sosialisasi, apalagi menurutnya tidak semua bidan desa berkualitas terkait persoalan menangani kelahiran. Karena pernah ada kasus, bidan desa menyuruh untuk membawa pasien ke puskesmas, lalu dari puskesmas dirujuk ke rumah sakit. “Alasan bidan desa karena ketiadaan tempat tidur khusus. Nanti rencananya tahun 2020 kami menganggarkan tempat tidur khusus ibu melahirkan,”pungkasnya. (red)