Kemandirian dan Efisiensi Pertanian Kelompok Wanita Tani Kalibanteng
- 03
- Jul
Pupuk sebagai bagian dari kebutuhan pertanian yang tidak bisa ditinggalkan cenderung mempengaruhi membengkak atau tidaknya biaya operasional yang harus dikeluarkan petani. Dari seluruh kebutuhan belanja modal, pupuk menghabiskan hingga 10% bahkan lebih dari total belanja. Tentu bukan angka yang kecil mengingat petani selalu “gali lubang tutup lubang” mencari modal. Ditambah ketidak-pastian harga saat panen, ini menambah beban petani. Bertani menjadi mata pencahariaan yang penuh resiko. Padahal soko guru ketahanan pangan bangsa itu ditopang oleh karya petani.
Melihat potensi pertanian dan juga resiko petani yang sama besarnya, SPEK-HAM Surakarta mengadakan pemberdayaan kelompok wanita tani di Dusun Kalibanteng, Desa Pamulihan, Kabupaten Brebes dengan tujuan mengurangi resiko, utamanya pada segi permodalan. Dengan platform ekonomi hijau atau GO GREEN. SPEK-HAM melalui Community Organizer-nya (selanjutnya disingkat CO) rutin mendampingi kelompok wanita tani Dusun Kalibanteng. Kelompok wanita tani ini dibimbing dan diarahkan untuk bertani dengan pola ramah lingkungan, antara lain dengan cara membuat pupuk organik padat, pupuk organik cair (selanjutnya disingkat POC), pestisida, insektisida buatan sendiri dengan bahan-bahan alami.
Pupuk buatan sendiri disamping ramah lingkungan, petani dapat menghemat modal dalam bercocok tanam. Khasiatnya pun tidak kalah dengan pupuk-pupuk yang dibeli di toko pertanian. Hal ini sesuai pengakuan salah satu anggota kelompok wanita tani, Ibu Cariwen, yang menghasilkan panen yang memuaskan dibanding tetangga sawah yang menanan dengan jenis yang sama. CO sempat menganalisis perbandingan harga pupuk organik cair buatan sendiri dengan pupuk yang dibeli.
Bahan-bahan di atas menghasilkan POC sebanyak 30 liter. Jika penggunaan POC per-tanki air sebanyak 200 ml (satu tangki dapat menampung hingga 19 liter air), maka 30 liter POC dapat digunakan untuk 150 tanki air. Jika luas tanam satu hektar itu dapat disiram 8 tanki air, maka 30 liter POC ini dapat digunakan hingga 18 kali penyiraman. Jika penggunaan seminggu sekali maka POC buatan sendiri ini dapat digunakan lebih dari 4 bulan.
Dilakukan perbandingkan antara POC dengan pupuk yang dibeli di toko pertanian, dalam hal ini CO membandingkan dengan pupuk kimia merk Mutiara yang dibeli seharga Rp 450.000,- untuk 500 kg atau setengah kuintal. Pupuk setengah kuintal ini dapat digunakan 3 kali untuk luasan area 1 hektar.
Berikut CO akan menyajikan perbandingan POC buatan sendiri dengan pupuk kimia:
Dilihat dari segi efisiensi, jelas POC jauh lebih efesien dibanding menggunakan pupuk kimia. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata sekali penggunaan: penggunaan pupuk kimia menghabiskan Rp 150.000,- sekali pakai, sedangkan penggunaan POC menghabiskan Rp 2.873,- sekali pakai. Dengan kualitas yang sama namun lebih murah, tentu POC buatan sendiri dapat menjadi andalan petani.
(Yunus Awaludin – CO Divisi Sustainable Livelihood Kabupaten Brebes/spekham.org)