Kolaborasi Program TB dan HIV di Kabupaten Boyolali Mutlak Diperlukan
- 19
- Aug
Dr. Sherly Jeanne Kilapong, Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Boyolali mengatakan bahwa saat ini urgen untuk dilakukan kolaborasi program tuberculose (TB) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebab data terakhir Januari-Juli 2019 baru ditemukan 399 kasus TBC dari target 2000-an. Karena program pemerintah adalah kolaborasi TB dan HIV, dia mengharapkan para kader supaya bisa menemukan sebanyak mungkin TB, dan yang berisiko tertular HIV. “Dengan adanya target, sebanyak ingin kita dapat terduga TB, secepat mungkin diobati, dan berobatnya gratis. Fasilitas kesehatan semua melayani TB, kalau terduga HIV dilayani di RS Pandanaran RS Simo dan Puskesmas Boyolali 1,” terang dr. Sherly Jeanne di hadapan para peserta Training TB-HIV terdiri dari pendamping sebaya dan petugas lapangan serta kader TB yang diselenggarakan oleh SPEK-HAM didukung Yayasan Spiritia dan Lakpesdam NU di Hotel Pondok Asri, Jumat (16/8).
Dr. Sherly Jeanne menjawab pertanyaan peserta terkait Orang Dengan HIV positif (ODHA)yang sudah minum rutin meminum antiretroviral (ARV) dan terdiagnosa TB serta bagaimana dengan pengobatannya? Dua-duanya diminum dan ARV tidak boleh putus. Minum obat paling bagus pagi hari, ketika tubuh masih fresh. “Kalau minum obat TB sebaiknya sebelum makan, penyerapan obat bisa 100 persen. Minum obat antibiotik sebaiknya sebelum makan, kecuali yang asam,”jelas dr. Sherly Jeanne. Terkait layanan, pihaknya telah mulai mengembangkan layanan, untuk Boyolali pemeriksaan diagnosa di setiap layanan harus mulai dikembangkan. Layanan TB semua puskesmas bisa. Karena TB masuk dalam skala prioritas maka harus selesai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama sehingga tidak boleh dirujuk, kecuali kalau ada komplikasi. “Kalau hanya TB saja di FKT harus selesai,”tukas dr. Sherly.
Fahrul Rozi, penggerak komunitas TB di Yogyakarta, narsum lainnya dalam training ini memiliki alasan mengapa kolaborasi program TB dan HIV ini penting. Karena menyangkut dunia luar, yakni turis asing yang habis masuk Indonesia dan mereka mendapatkan penyakit ini. Pendekatan TB menurutnya, jika sudah terpapar penyakit ini, maka pendekatan kepada keluarga adalah penting. Menurutnya, jika salah seorang anggota keluarga terpapar penyakit TB, maka semua anggota keluarga perlu memeriksakan diri, termasuk anak-anak didalamnya. Jika satu keluarga terpapar oleh penyakit TB, maka empat tetangga dekat (dari kiri, kanan, utara, selatan) juga harus diperiksa. “Indonesia menempati urutan nomor dua untuk kasus TB terbanyak, dan jika sudah TB terpapar pula HIV maka irisannya akan semakin lebih banyak lagi dan pendekatannya akan berbeda antara teman-teman,”jelas Rozi. Rozi juga menambahkan bagaimana peran kader penggerak TB sangat besar dalam hal ini ketika di lapangan menjumpai kasus terduga TB, dan mengajaknya untuk melakukan tes HIV. (red)