Siaran Radio Immanuel-SPEK-HAM : Pemberdayaan Ekonomi Perempuan untuk Memutus Mata Rantai Ketidakadilan

Siaran Radio Immanuel bersama SPEK-HAM

Sejak 1998, SPEK-HAM melakukan pendampingan kepada kelompok perempuan dan bersifat holistik dan integratif. Pada 10 tahun terakhir sudah melibatkan masyarakat terutama perempuan bagaimana mereka mengenal potensi di bidang ekonomi dan potensi sebagai manusia yang bisa bertindak untuk melawan kekerasan. “Hasil diskusi dengan masyarakat terutama kelompok perempuan, semakin ke sini bersama SPEK-HAM, selain mendapat manfaat langsung sebagai mitra,”ujar Sunoko atau kerap disapa Noko Alee pada siaran bersama Nila Ayu Puspa Ningrum dengan penyiar Metty dari Radio Immanuel, Rabu (8/5).  

NIla Ayu menjelaskan bahwa program pemberdayaan perempuan sudah dimulai sejak tahun 2013, dan refleksinya selama ini lebih banyak berbicara penanganan dan pencegahan dari sisi hukum.”Kita lupa bahwa ada hal-hal yang perlu untuk dikuatkan ketika perempuan menjadi korban, ketika kasusnya selesai, kasus hukumnya selesai, ini sudah. Padahal mereka sebenarnya perlu rehabilitasi ekonomi sehingga mandiri, mengembangkan diri, melanjutkan kehidupannya. Mereka survive,”ujar Nila.

Saat ini ada 15 kelompok dengan 15 subkoperasi simpan pinjam yang dikelola oleh perempuan di wilayah Solo Raya 7 kabupaten kota. Juga ada 10 kelompok bank sampah,  5 kelompok usaha perempuan. Mereka melakukan kegiatan ekonomi berdasar wilayahnya jika wilayah pedesaan maka itu yang akan kita angkat misalnya UMKM-nya. “Jadi SPEK-HAM melihat kearifan di wilayah masing-masing, perdesaan dan perkotaan,”imbuh Nila.

Suasana siaran Radio Immanuel Surakarta dan SPEK-HAM

Dalam menjalankan pendampingan di lapangan, SPEK-HAM menghadapi beberapa tantangan. Bagaimana menjelaskan kenapa ekonomi itu penting. Di perdesaan misalnya di Kecamatan Musuk, totalitas perempuan menjadi korban kekerasan ekonomi tinggi karena mereka masih dalam posisi tawar terhadap kepentingan-kepentingan pernikahan. “Di sini awalnya, mereka menikah dini di usia 13, 14, 15 dan ditelatarkan. Ini yang menjadi refleksi. Mereka berkelompok 10 atau 15 perempuan, bagaimana ini mereka bisa mendapat akses, nah mereka melakukan strategi. Ini menjadi kekuatan bagaiman 10 atau 15 orang itu menggerakkan yang lainnya artinya mereka melakukan praktik kegiatan khususnya ekonomi dan mengajak yang lain untuk berdaya. Mereka akuntabel, dan punya komitmen sebagaimana kelompok ini sudah ada yang berumur 8 tahun bahkan 10 tahun, ”terang Sunoko.

Dalam konteks yang sama, Nila Ayu berharap dengan program ini mereka mandiri dan ke depan ada perubahannnya. “Setelah diintervensi, di satu desa, kami juga mendampingi satu desa wilayah Kabupaten Brebes, gitu ya mereka nggak punya kuasa untuk menentukan komoditas pertanian apa yang mereka pilih, bahkan tanah itu miliki perempuan (warisan) tetapi mereka nggak punya kuasa. Nah, untuk itu kami coba kuatkan melalui diskusi, pertemuan-pertemuan. Kelompok bapak-bapak, kita ajak mereka bersama-sama untuk mengelola potensi sumber daya alam. Harapan akan terbangun komunikasi yang baik, kerja sama yang baik, antara perempuan dan laki-laki, dan memberikan kemanfaatan jangka panjang. Jadi yang disampaikan Mas Noko, kegiatan eknomi sebulan dua bulan tidak selesai begitu saja karena SPEK-HAM tidak sendiri tetapi menggandeng stakeholder atau pihak ketiga bisa swasta dan OPD.” 

Mereka bisa beriwirausaha bisa menggali potensi sesuatu dari dirinya, kemudian SPEK-HAM kuatkan supaya mereka punya potensi tawar di keluarga, mengusulkan, terlibat dan menentukan akan seperti apa. Jadi perempuan akan memiliki posisi tawar. “Bicara kemiskinan pada perempuan, kalau perempuan miskin ini akan susah, untuk terlibat dalam pengambilan-pengambilan keputusan. Mereka susah untuk beraktivitas di ranah publik, ini coba kita kuatkan perempuan. Kalau berdaya secara eknomi pasti rumah tangganya akan baik.  Kalau ekonomi rumah tangganya baik, maka pasti akan lebih sejahtera, dan akan lebih harmonis.” imbuh Nila.  (red)