CERITA SURVIVOR “DULU AKU KORBAN SEKARANG AKU MEMBANTU KORBAN”

Pagi itu saya berangkat pagi – pagi dari rumah untuk antar Intan (bukan nama sebenarnya) berangkat ke Pengadilan Negeri. Hari itu saya janjian dengan Intan untuk antar dia menghadiri sidang perceraiannya.  Intan mengugat cerai suaminya karena selama 18 tahun lebih selalu mengalami kekerasan fisik, penelantaran rumah tangga maupun kekerasan psikis dari suaminya. Kata – kata kotor selalu keluar dari mulut suami jika kebutuhan judi dan minum – minuman keras tidak dituruti. Bukan itu saja pukulan maupun lemparan barang apa saja yang di pegang suami juga akan melayang ke tubuhnya. Situasi itu di tambah dengan anak angkatnya juga melakukan hal – hal kenalan sebagai remaja. Prinsip Intan sebenarnya menikah sekali untuk seumur hidup tetapi setelah melewati lebih dari 18 tahun kekerasan yang dialami kemudian merubah prinsip Intan.Untuk mempertimbangkan bercerai Intan sebenarnya juga masih ragu – ragu akan keputusannya. Setiap saat aku selalu menguatkan akan kondisi kebingungan maupun keraguan Intan.

Aku ceritakan bagaimana aku melewati kekerasan yang pernah aku alami kurang lebih 10 tahun yang lalu. Aku dulu juga pernah menjadi korban, tinggal serumah dengan mertua sebagai suami anak laki satu –satunya dikeluarga tersebut cukup tersiksa. Suami orang betawi asli dan memiliki usaha dagang. Di setiap usaha dagang mengalami persoalan sesalu aku yang dijadikan sasaran kemarahan keluarga tersebut. Dari kata – kata kotor dengan perempuan pembawa sial maupun perempuan ngak memiliki hoki yang berujung pengusiran maupun permintaan pada anak untuk menceraikan aku. Puncaknya 2007 dengan pertimbangan keluarga besarku kemudian aku pulang ke Desaku Pacing dengan membawa anakku yang laki – laki dan masih berumur 1 tahun. Ke dua Kakaknya yang kembar, perempuan, tidak boleh ku bawa pulang ke kampung. Hampir satu bulan lebih kerjaanku hanya menagis saja dan apalagi mendengar bawasanya aku di gugat cerai setelah pulang ke kampung. Hati dan perasaanku semakin ancur dan merasa tidak pingin hidup kembali. Beruntung kemudian aku bertemu dengan pendamping dari SPEk- HAM yang pada waktu itu mereka sedang membantu Desa kami yang sedang terkena bencana.

Sekarang aku sudah melupakan akan kekerasan yang aku alami. Aku justru menunjukan bawasanya tanpa ada suamipun aku bisa bertahan hidup untuk bekerja dan sukses menyekolahkan anak hingga jejang tertinggi yang ingin dia capai. Dikarenakan pernah mengalami sendiri persoalan kekerasan tersebut kemudian membuat aku memiliki kepedulian yang lebih untuk membantu perempuan yang mengalami persoalan sama seperti yang aku alami terdahulu. Seperti hari itu aku mendampingi Intan untuk menghadiri sidang perceraiannya serta menguatkan dia untuk tetap semangat dan menatap kehidupan kedepannya yang lebih baik. Menguatkan apapun yang terjadi dalam hidup kita kalau mampu melewati semakin membuat kita semakin bijaksana. Dengan membatu orang lain semakin diingatkan juga bawasanya apa yang aku alami bukanlah penderitaan yang sangat kejam. Masih  aku temukan perempuan yang mengalami kekerasan lebih tidak manusiawi di bandingkan yang aku alami. Sudah lebih 6 orang yang aku damping saat mereka keluar masuk di pengadilan maupun kepolisian untuk mencari keadilan hukum. Tidak hanya itu, aku juga mendampingi mereka untuk mengakseskan layanan lainnya ke P2TP2A di Klaten jika membutuhkan. Aku merasakan kebahagiaan dan kepuasan tersendiri jika aku bisa membantu perempuan orang lain melewati kekerasan yang dialaminnya.

 

Penulis: Fitri Haryani

Email : fitrijunanto@yahoo.com or fitrijunanto@gmail.com