Masyarakat Butuh Pemahaman yang Benar tentang Penularan HIV-AIDS
- 21
- Nov
Saat ini isu LGBT sedang memanas dan ditengarai sebagai peluru oleh sekelompok orang yang mengalami homophobia,bahwa LGBT penyebab utama penularan HIV-AIDS. Apalagi media massa baik cetak maupun daring belum berpihak kepada kelompok LGBT dengan pemberitaan yang masih mendiskriminasi dan menstigma. Pemberitaan terhadap komunitas LGBT hanya dipandang dari sudut negatif saja, padahal program-program penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia yang dilakukan oleh instansi kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) selama ini telah dilakukan dengan melibatkan komunitas LGBT. Demikian latar belakang kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh jaringan penanggulangan HIV dan HAM bagi perempuan pekerja seks, laki-laki pekerja seks dan waria pekerja seks Indonesia Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) di Hotel Baron Indah, Kamis (15/11) yang dihadiri oleh LSM dan komunitas serta awak media cetak, daring serta radio.
Dalam diskusi yang dipandu oleh Supri dari Fokal Poin, dikatakan bahwa sosialisasi terkait HIV AIDS telah dilakukan oleh jaringan komunitas dengan melibatkan stakeholder namun tidak semua anggota komunitas mengikuti, dan kegiatan tersebut sedikit demi sedikit mengurangi stigma. Demikian salah satu persepsi dari pihak komunitas. Hal ini dibenarkan oleh Lousiana Margareta biasa dipanggil Mama Londo dari Himpunan Waria Solo (HIWASO) bahwa stigma justru datang dari diri sendiri, “Saat saya melakukan observasi di masyarakat, saya agak genah, kami melakukan pelatihan bola volley pada masyarakat, lalu stigma itu hilang. Sudah tidak ada pengucilan diri saya dan teman-teman. Adanya perubahan ini membuat dunia wow!”
ARV Community Support sebagai sebuah lembaga memegang peran penting dengan layanan pengadaan obat, kondom, dalam penanggulangan HIV-AIDS mengatakan bahwa untuk istilah Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA), masyarakat sudah mulai terbuka. Tetapi kenyataan di lapangan, banyak dijumpai ODHA sendiri yang merasa ketakutan, tidak percaya diri. “Kita penginnya, media menjadi jembatan untuk mereka supaya tidak merasa terasingkan,”ujarnya.
Dibutuhkan Keberpihakan
Rahayu Purwaningsih, Direktur Yayasan SPEK-HAM turut hadir dan berpendapat bahwa pemberitaan media terkait PSK baik perempuan maupun laki-laki dan komunitas LGBT menjadi kambing hitam penularan HIV-AIDS padahal mereka yang tidak melakukan seks aman atau tidak menggunakan kondom adalah kelompok laki-laki pengguna. Dampak pembubaran lokalisasi juga turut menyumbang penularan ini. Tentang perspektif pemangku kebijakan, Rahayu Purwaningsih menyampaikan tentang perspektif pemangku kebijakan di bidang hukum telah mengalami kemajuan. Dia menyebut Kapolres Boyolali telah memiliki perspektif atas korban kekerasan seksual yang kasusnya baru saja terjadi.
Dedy Yuwono dari Yayasan Gaya Mahardika mengemukakan tentang ‘pekerjaan rumah’ mendatang yang harus dilakukan jaringan adalah penguatan atas isu SOGIE (LGBT) dan pengetahuan keberagaman seksual di komunitas, tentang klasifikasi dan tindak lanjut yang bagaimana. Beberapa hal yang akan dilakukan ke depan, dari pihak Radio Immanuel, dengan menyelenggarakan siaran-siaran langsung yang diselenggarakan oleh komunitas. Pelibatan media yang lebih banyak dan intens akan dilakukan dengan cara audiensi dengan pihak media. Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Solo Plus yang selama ini juga mendampingi anggota komunitas yang terinfeksi HIV mengusulkan bahwa ke depan sosialisasi akan melibatkan tokoh masyarakat dan agama.
Ditemui oleh penulis di sela-sela acara diskusi, Dinar Dwi Rahayu dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Surakarta mengatakan bahwa ada agenda setiap bulan yang dilakukan oleh Warga Peduli AIDS (WPA) di lima kecamatan untuk melakukan sosialisasi serta mencegah diskiriminasi dan stigma. “Kami memiliki lima pendamping untuk lima kecamatan yang mendamping WPA masing-masing kelurahan. Bahkan kami pernah mendampingi dalam pemulasaraan jenazah ODHA di masjid dan gereja. Tugas kami adalah memberi sosialisasi pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS kepada masyarakat sedangkan tentang pengobatan dan tindakan mengurus ODHA secara langsung menjadi ranah KDS,”pungkas Dinar. (AP)