Melihat Persoalan Remaja di Desa Kuncen

Klaten. Puluhan warga Desa Kuncen mengikuti diskusi tentang Persoalan Remaja di Aula Balai Desa Kuncen, Ceper, Klaten, Sabtu, 25 April 2015. Hadir dalam diskusi itu perwakilan Perangkat Desa, Tokoh Masyarakat dan Karang Taruna “Satya Wacana”. Diskusi malam itu mendialogkan tentang potret persoalan remaja pada masa kini secara umum dan potret pergaulan remaja di Desa Kuncen.

diskusi remaja desa kuncen

diskusi remaja desa kuncen

Diskusi menghadirkan Fasilitator Henrico Fajar Kristiarji Wibowo dari SPEK-HAM Surakarta. Dia mengajak kepada peserta yang hadir agar mulai sadar dengan persoalan remaja serta bertanggungjawab untuk mencegah agar kasus-kasus kenakalan remaja tidak terjadi di wilayah Kuncen. Beberapa contoh kenakalan remaja yang terungkap dalam diskusi malam itu adalah seks bebas, penyalahgunaan narkoba, pacaran yang tidak sehat, penyalahgunaan miras dan sebagainya.

Fajar menyatakan, tindakan untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan harus bisa dihindari, khususnya di wilayah Kuncen. Jangan sampai justru makin banyak perempuan yang menjadi korban. Perempuan harus berani untuk katakan tidak pada seks sebelum menikah. Jika pacar kita memaksa, maka berteriaklah selantang-lantangnya meminta tolong, bila perlu lawan dengan memukul atau menampar sekuat-kuatnya dan lari. “Ibu Kristiana, Kepala Desa Kuncen, pernah menyampaikan bahwa di tahun 2014 ada kasus pernikahan dini sejumlah 5 kasus, yang sebagian besar karena hamil duluan”, ungkap Fajar.

Fajar menyatakan “Pada sisi lain dari data monografi Desa Kuncen menyebutkan bahwa terdapat sejumlah 381 anak usia antara 10 – 18 tahun yang bekerja. Data ini menunjukkan bahwa banyak warga Kuncen yang belum paham tentang UU Perlindungan anak yang menyatakan bahwa anak tidak boleh bekerja maupun di pekerjakan dengan alasan apapun. Maka perlu bagi kita untuk memahami kasus ini agar kedepan tidak terjadi lagi”.

diskusi remaja desa kuncen

diskusi remaja desa kuncen

Sementara itu Toni, salah seorang peserta diskusi menyampaikan pertanyaan tentang bagaimana mewujudkan Desa layak anak. Dalam penjelasannya, Fajar menyatakan bahwa untuk mewujudkan Desa ramah anak dibutuhkan komitmen dari semua pihak, Pemerintah selaku penyelenggara negara dari pusat hingga desa harus menjadi pemimpinnya. Melihat fakta di Kuncen, misalnya ada tempat arena permainan seperti playstation dan billyard yang buka sampai malam tentu ini menjadi masalah bagi anak, danperan warga desa sangat dibutuhkan,

Peserta lainnya, Lilis menyatakan kritiknya kepada Pemerintah terkait persoalan kenakalan remaja yang dari tahun ke tahun semakin marak terjadi. “Aku melihatnya penanganan dan pencegahan (kenakalan remaja) belum maksimal”, ungkap Lilis yang juga anggota Karang Taruna itu. Pernyataan itu diiyakan oleh Fasilitator yang melihat maraknya remaja yang mengakses pornografi dengan mudahnya melalui media internet. Menjadi semakin nyata bahwa Pemerintah atau Negara telah absen dalam melindungi warganya, ditambah persoalan pendidikan yang masih banyak anak putus sekolah atau kesulitan dalam mengakses pendidikan yang layak.

Sutarto, Ketua Karangtaruna “Satya Wacana” Desa Kuncen berharap diskusi semacam ini bisa membuat kita semakin tahu dan memahami tentang persoalan-persoalan remaja, sehingga kita mampu untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kenakalan remaja di Desa Kuncen. “Saya dan teman-teman tentu berharap mendapat perlindungan ketika menangani kasus remaja atau kasus-kasus kekerasan misanya KDRT dan sebagainya”, ungkap Sutarto pemuda bertubuh kekar itu.

Acara diskusi tersebut terselenggara atas kerjasama Pemerintah Desa dan Karangtaruna “Satya Wacana” Desa Kuncen. Sebagai tindaklanjut dari kegiatan ini adalah akan dibentuk semacam forum bersama yang terdiri dari perwakilan PKK, Perangkat Desa, Tokoh Masyarakat, dan Karang Taruna yang menangani pencegahan dan penanganan persoalan remaja serta kasus-kasus kekerasan yang terjadi.

(Fajar – CO Divisi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat/spekham.org/photo : spekham dan www.konsultasipsikologi.icbc-indonesia.org)