Peran Perempuan dalam Pengelolaan Ternak di Musuk Boyolali 1
- 06
- May
Kegiatan pendampingan di Kelompok Rukun Makmur di Dukuh Tawangrejo, Desa Musuk, Kabupaten Boyolali dimulai pada awal tahun 2012 dengan melakukan diskusi-diskusi terkait dengan bagaimana kehidupan warga di tiga RT, yaitu Pengkol, Sukosari dan Tawangrejo.
Banyak hal menarik yang kami peroleh selama melakukan diskusi-diskusi dengan kelompok yang terdiri dari 10-15 perempuan ini, khususnya tentang bagaimana peran perempuan dalam kegiatan bertani dan beternak. Dari hasil diskusi diperoleh informasi bahwa peran perempuan cukup banyak, yaitu dari pengelolaan ; seperti membuat pakan, memberikan pakan, membantu kelahiran kambing sampai mengobati kambing jika terkena penyakit. Sedangkan dalam proses pembelian dan penjualan, peran perempuan belum terlibat secara maksimal, paling-paling hanya membatu menawarkan kepada pedagang yang datang dengan harga yang sudah disepakati dengan suami, itupun dilakukan pada saat suami sedang tidak ada di rumah.
Dengan kondisi ini, kami melihat bahwa potensi perempuan yang ada di Kelompok Rukun Makmur cukup mampu untuk mengelola ternak kambing yang dikelola secara berkelompok dengan mengunakan sistem pakan ternak fermentasi secara bertahap. SPEK-HAM merespon dengan tawaran kerjasama dari YSIK Jakarta untuk pengelolaan dana bergulir dengan jangka waktu kerjasama selama 1 tahun.
Dalam Sistem pengelolaan ternak kambing secara komunal oleh kelompok ini terdapat pembagian peran sesuai dengan kemampuan dan kapasitas anggota. Beberapa peran yang dilakukan anggota adalah :
- Pembuatan pakan fermentasi dengan bahan baku daun kering yang di dapatkan dari hasil ladang maupun dari sampah daun kering. Penggumpulan daun kering dilakukan setiap hari dan seminggu sekali, kemudian dikumpulkan dan dicacah. Proses fermentasi dengan bantuan mikrobakteri membutuhkan waktu sekitar 5 – 21 hari.
- Persiapan merapikan kandang untuk ternak dengan bahan bambu seadanya. Pembuatan kandang membutuhkan bantuan dari pihak suami, sehingga pelaksanaan program ini mendapat dukungan dari suami.
- Membersihkan kandang secara berkelompok agar kambing bisa tumbuh dengan baik, karena ada beberapa bagian kandang yang perlu di perbaiki.
Pembuatan jadwal dan pembagian kerja antar anggota kelompok dilakukan secara rutin dengan pembagian masing-masing. Semua orang mengumpulkan sampah rumah tangga, khususnya daun kering. Lima orang membuat pakan ternak, dan dua orang yang memberikan pakan ternak setiap harinya.
Dalam proses pemeliharaan pada triwulan pertama ini, kegiatan kelompok berjalan sesuai dengan perencanaan yaitu kegiatan dikelola secara kelompok. Kandang bersama berada di rumah ibu Surani dengan keswadayaan yang mereka miliki berupa tempat, kandang dan tenaga serta bahan pakan, baik daun kering maupun ijoan yang dikeringkan ketika panen raya tiba.
Pembuatan pakan juga berjalan lancar, dan masing-masing anggota mengumpulkan sampah daun kering yang dikeola bersama menjadi pakan ternak dengan menggunakan berbagai bahan seperti tetes, bekatul, garam dan mikroba. Mikroba didapatkan dari mitra yang selama ini memberikan pembelajaran yaitu dari Argo Nusantara, Desa Delanggu, Kabupaten Klaten dengan harga Rp. 20.000 sampai dengan Rp.25.000 per botol dengan pembelian 5 sampai dengan 6 botol setiap pembelian, dan mikroba ini dapat digunakan sampai 6 bulan kedepan. Kelompok membuat pakan setiap akhir minggu dengan volume 1 sampai dengan 2 kwintal.
Dalam perencanaan awal yang dirancang dengan kelompok, penjualan akan dilakukan pada 4 bulan setelah pembelian, dengan harapan dalam satu tahun bisa panen sebanyak 3 kali. Namun dalam implementasinya tidak sesuai dengan perencanaan. Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang didapatkan dari diskusi-diskusi kelompok yang melibatkan pedagang kambing, yang menyatakan bahwa harga jual kambing sedang menurun, dimana penurunan harga yang terjadi adalah 300 ribu sampai dengan 500 ribu dari harga normal, maka disepakati kambing akan dijual pada Lebaran Haji atau sekitar bulan Oktober 2013.
Pada bulan Oktober atau bulan Lebaran Haji, semua kambing dijual dan dibelikan lagi. Sedangkan untuk meningkatkan jumlah pendapatan, kelompok memutuskan sebagian uangnya untuk membeli sapi. Kelompok memutuskan karena ada pertimbangan bahwa harga kambing ternyata kurang stabil jika dibandingkan dengan harga sapi. Kisaran laba yang diperoleh dari masing-masing kambing antara Rp. 400.000 – Rp.600.000 ribu setiap ekornya.
Setelah dipelihara selama 3 bulan atau tepatnya bulan Februari 2014, semua kambing dan sapi dijual. Kelompok telah melakukan pertemuan terlebih dahulu untuk menentukan keputusan menjual dan menghitung hasil perolehan laba. Terhitung laba penjualan kambing sebesar 6,7 juta dengan pembagian laba untuk kelompok sebesar 630 ribu, penggadoh (3 orang) 3,4 juta, sedangkan untuk SPEK-HAM sebesar 2,4 jutaan, yang akan digunakan untuk mendukung penanganan kasus kekerasan.
Laba yang diperoleh kelompok akan dibelikan kambing seharga 1,25 Juta. Kekurangan sekitar 400 ribu didapatkan dari iuran anggota sebesar 25 ribu per orang, yang dibayarkan dalam dua kali pertemuan, dan pengelolaanya digaduh oleh anggota. Dari kegiatan ternak kambing ini di dapatkan banyak sekali pembelajaran. Masih perlu penguatan komitmen pada pengelolaan kelompok, selain juga masih perlu diperkuat ketrampilan dalam pengelolaan usaha ternaknya, alat pencacah dan tentang monitoring kegiatan secara berkala. Kedepan, pendampingan kelompok perempuan Rukun Makmur akan difokuskan pada penguatan dan pendokumentasian praktik secara berkelanjutan, sehingga akan didapatkan sentra-sentra pembelajaran di komunitas.
Pembelajaran lain yang kami catat adalah bagaimana peran perempuan dalam hal pembelian bibit ternak maupun pada saat penjualan ternak kambing. Dua kegiatan ini biasanya dilakukan kaum laki-laki dengan alasan perempuan kurang pantas membeli dan menjual kambing, padahal alasan ini biasanya untuk pembenaran bahwa laki-laki yang akan melakukan kontrol keuangan terhadap penjualan hasil ternak (perempuan akan mudah dibohongi). Selama satu tahun ini, kelompok Rukun Makmur, khususnya pengurus (ibu Surani, Ibu Yuli dan Ibu Kemi) belajar memilih bakalan kambing yang akan dipelihara. Memilih dan mengetahui bagaimana ciri-ciri kambing yang sehat, kambing yang makannya mudah dan belajar mengenali jenis-jenisnya, sehingga perempuan memiliki ketrampilan dalam hal memilih bakalan kambing. Begitu pula dalam hal penjualan, karena saat ini sudah berubah dimana membeli maupun menjual kambing tidak harus pergi ke pasar (dimana stigma masyarakat yang layak berada di pasar kambing/jenis ternak lain ya hanya laki-laki ). Pedagang datang ke kampung-kampung untuk membeli kambing sehingga perempuan bisa melakukan tawar-menawar dengan membandingkan dengan beberapa pedagang sehingga dihasilkan nilai jual yang paling maksimal. Melihat kondisi ini, perlahan terkikis ketabuan di masyarakat bahwa perempuan “ora ilog“ (tidak pantas) membeli dan menjual kambing, didukung juga dengan fakta bahwa di masyarakat banyak pula perempuan single parent yang juga mengelola ternak seperti ini. (sunoko/editor:nila/spekham)
Nama : Sunoko
Jabatan : Petugas Lapangan Divisi Sustainability Livelihood
Masa kerja : 2006 – sekarang