Siaran Radio Gapura 16 HAKTP : Sahkan RUU P-KS

Siaran Radiao Gapura Pasar Klewer bersama SPEK-HAM

SPEK-HAM singkatan dari Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia. Kantor SPEK-HAM berada di Kelurahan Karagasem RT01, RW 04, Jl Srikoyo 20 (dulu 14). SPEK-HAM menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, pemeberdayaan kepada perempuan terpinggirkan, miskin kota. SPEK-HAM juga ada pendampingan psikososial dan hukum. “Kami mengkhususkan perempuan, kalau ada bapak yang jadi korban kami rujukkan ke lembaga lain,” demikian dikatakan Fitri Haryani saat memulai seiaran Radio Gapura Pasar Klewer dengan penyiar Lusy Caritas dalam rangkaian peringatan 16 Hari Tanpa Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Jumat (29/11). Bersama Fitri juga hadir Atik Wahyuni, paralegal di SPEK-HAM.

Terkait pertanyaan apakah ada ancaman terhadap korban, Fitri mengatakan bahwa  pernah kantor mau dibakar. Pernah juga ada yang mengamuk waktu di Pengadilan Negeri (PN), ada korban yang kami tangani kemudian kita rujuk di RSJ, suka dimarahi dan tidak bisa mengaktualisasi, kemudian dia menjadi depresi mau nggak mau kita rujuk ke psikitaer. Kemudian kita akseskan. Kalau tidak penanganannya lebih susah dan sulit.

Sebuah pertanyaan terlontar dari Lusy Caritas, terkait misalnya jika ada korban kekerasan  tidak berani melapor, apakah tetangga boleh melaporkan? Hal ini terkait ketika dirinya kecil, ia sering melihat tetangga berantem. Tetangga lainnya tidak berani melaporkan. Apakah pengalaman seperti itu berubah? Apakah tetangga harus melaporkan.

Fitri Haryani menjawab bahwa boleh saja, kalau melapor tidak langsung masuk ke ranah kepolisian. Bukan berarti nanti semua akan diproses hukum. Sebenarnya banyak lembaga yang menangani kasus. Pemerintah sendirin memberi layanan yakni UPT PTPASP. Punya unit khusus yang melakukan pengaduan. Masysrakat khususnya kalangan bawah banyak yang belum tahu kalau pemerintah punya pelayanan. “Jangan takut untuk melaporkan kami tidak akan menyebrkan pada siapapun bahkan media,”terang Fitri.

Kekerasan fluktuatif tapi kecenderungan semakin tinggi di Solo angka perceraian menaik, 900 per tahun. Surakarta kota kecil yang penduduknya 500 ribu tapi angkanya tinggi. Tahun 2017-2018 SPEK-HAM nemangani kasus naik 60%, dan jika di rata-rata bisa jadi dalam satu bulan menerima pengaduan 5-6 kasus. Itu artinya satu sisi pemhaman masyarakat terbuka dan mereka berani. Tapi di satu sisi menjadi perhatiaan mau sampai kapan? Jangan sampai 5 tahun ke depan meningkat, berarti harus lakukan sesuatu, segera sahkan RUU P-KS.

Terkait peraturan tentang perlunya kursus pra nikah dari kementerian agama baru-baru ini, SPEKHAM menyikapi bahwa itu sisi positif. Dulu ada BP4, yang ada di KUA-KUA, tinggal ada peran dan mau dijalankan atau tidak. ini bukan sertifikasi kelulusan atau tidak. Tetapi bagaimana menyiapkan pasangan terkait risiko dan tantangan yang dihadapi ke depan, kesehatan reproduksi, kesehatan sosial, psikis yang perlu dipersiapkan. Takutnya yang terkait ini belum ada persiapan, proses kehamilan yang tidak diinginkan. Tapi kalau sudah dipersiapkan, misal saya mampunyai sebulan 500 ribu, apa yang saya lakukan apa yang harus saya persiapkan. Harapannya tidak terjadi persoalan, intinya ekonomi. Ini positifnya, kalau negatifnya, ya sertifikat kursus ini dianggap ribet malah tidak jadi menikah.  

Terkait usia perkawinan anak, ini juga menjadi permasalahan serius karena ada kasus setelah punya anak kemudian terus bercerai, lalu si laki-laki punya pacar lagi. “sepertinya perlu diadakan sosialisasi ke sekolah sekolah ya?” tanya Lucy Caritas.

Fitri menambahkan media sosial memiliki peran, gadget dengan medsosnya bisa media sangat luar biasa, kalau tidak ada filter, ortu tidak memerhatikan, sibuk di luar akhirnya apa, terjadi kehamilan tidak diinginkan, dinikahkan. Padahal bukan solusi, mereka belum siap, pendidikan terbengkelai, pendidikan seadanya cari kerja susah, ini rantai kemiskinan, bisa berujung tindakan kriminalitas.  “Mereka datang dari orangtua mampu atau tidak mampu? di Solo yang melalukan perceraian di bawah 21 dan di bawah 24 tahun cukup tinggi, awalnya seperti tadi yang merujuk permasalahan,”pungkas Fitri. (red)