Diskusi Multistakeholder Forum JKN Boyolali : 251.000 warga belum dikaver BPJS PBI

Di Kabupaten Boyolali ada Forum JKN Boyolali yang diinisiasi oleh SPEK-HAM. Forum ini terdiri dari organisasi masyarakat, akademisi dan peserta BPJS. Beberapa minggu yang lalu Forum JKN Boyolali melakukan diskusi bersama dalam rangka menyikapi isu kenaikan BPJS dan mendengar masukan-masukan dan keluhan, baik yang dialami langsung oleh peserta maupun laporan dari masyarakat terkait layanan BPJS. Ada 14 point rekomendasi dari hasil diskusi tersebut dan pada Jumat (29/11) disampaikan oleh perwakilan peserta Forum JKN Boyolali di hadapan multistakeholder terkait seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, dinas sosiaal, puskesmas, komunita perempuan peduli kesehatan dan lain-lain.

Ke-14 point rekomendasi tersebut sebagai berikut :Melakukan Perbaikan sistim pendaftaran di rumah sakit maupun kepesertaan BPJS PBI maupun non PBI agar tidak berbelit-belit, Memberikan sosialisasi secara lebih masif terkait dengan kegawatdaruratan medis, Meningkatkan kualitas layanan di fasilitas pertama, Kenaikan iuran agar dipertimbangkan lagi karena melihat kemampuan warga yang belum mampu membayar premi setiap bulannya, Memfasilitasi untuk perubahan mandiri ke PBI dan sebaliknya, Perbaikan data penerima PBI agar selalu di update, Sosialisasi tentang implementasi JKN-BPJS secara lebih masif lagi, Klaim pihak rumah sakit pada BPJS bisa diproses lebih cepat, Koordinasi/kolaborasi pihak RS dan pengelola JKN-KIS terus ditingkatkan, Tranparansi pihak rumah sakit pada ketersediaan kamar, Meningkatkan ketersediaan obat-obatan yang dikaver BPJS, Mempertimbangkan agar semua warga tidak mampu diberikan PBI, Tidak ada diskriminasi antara pasien dengan JKN dan pasien umum, serta Penjelasan informasi dan prosedur dari penerima upah ke bukan penerima upah.

Hal yang melatarbelakangi survey ini adalah masalah kespro perempuan yang masih memprihatinkan, revitalisasi gerakan perempuan, dan adanya data empiris dan tujuannya untuk mengetahuai gambaran pelaksanaan skema JKN, metode yang digunakan gabungan kuantitatif dan kualitatif serta data utama penelitian dengan disain cross-sectional dan sebagai data pendukung data kuantitatif dilakukan dengan metode FGD. “Dalam melakukan survey, kami melakukan wawancara dengan responden adalah masyarakat, petugas medis, petugas administrasi, perempuan menikah belum menjadi anggota BPJS, perempuan menikah anggota BPJS, ibu rumah tangga sudah pernah memakai layanan BPJS, remaja belum dan pernah memakai layanan BPJS, kepala Dinas Kesehatan, Direktur BPJS dan Staff BPJS,”papar Galih Novianto.

Peserta diskusi terdiri dari multistakeholder

Dari hasil survey yang dilakukan di dapat data bahwa pemahaman secara umum terkait JKN BPJS, 77% memahami di tahun 2015, 83,8% 2016, 85,5% 2017 dengan beberapa pendapat bahwa BPJS sarana untuk berobat secara gratis, BPJS untuk berobat, BPJS fasilitas untuk berobat, BPJS membantu masyarakat kurang mampu. Hasil yang di dapat tentang pemahaman/pengetahuan dari responden terkait prosedur pelayanan BPJS adalah prosedur pendaftaran kabanyakan diketahui oleh peserta mandiri, prosedur rujukan belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat karena minimnya edukasi dan sosialisasi dari petugas terkait. Untuk responden yang tidak menjadi anggota BPJS didapat karena tidak tahu prosedur pembuatan, pelayanan kurang baik, sudah ada asuransi, tidak bisa membayar premi. Dan bagi perempuan menikah pengguna layanan BPJS secara proporsinya banyak digunakan untuk layanan ANC dan persalinan normal.

Setiap melakukan survey SPEK-HAM tidak langsung diam saja tanpa kegiatan tindak lanjut, tetapi selalu melakukan kegiatan lanjutan yang berupa sosialisasi tentang kesehatan reproduksi di kalangan ibu rumah tangga dan kegiatan deteksi dini kanker leher rahim, seperti yang kami lakukan di Kecamatan Musuk dan Selo, kami membantu mengakses layanan masyarakat pengguna BPJS untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker cervic dengan melakukan iva tes di Puskesmas Musuk 1 bersama dr. Retno. Dari dua kecamatan tersebut diiukuti 61 perempuan ibu rumah tangga dan mendapatkan hasil 15 perempuan terdeteksi Infeksi Menular Sesksual (IMS)+ dan 12 orang perempuan terdeteksi kanker leher rahim tahap awal.

Selain di Kecamatan Musuk dan Selo, SPEK-HAM juga melakukan kegiatan yang sama di Kecamatan Ngemplak dan Ampel yang diikuti 51 perempuan ibu rumah tangga dengan hasil 12 perempuan dinyatakan IVA+ dan 1 perempuan terkena polip. Selain sosialisasi dan pemeriksaan SPEK-HAM juga melakukan advokasi di tingkat kabupaten terkait dengan penambahan layanan kespro di Boyolali.”Dari pertama kami mengadvokasi, baru 1 puskesmas yang bisa melakukan Iva test sekarang info terakahir yang didapat sudah ada 21 puskesmas yang bisa melayani Iva test. SPEK-HAM juga mengawal di tingkat desa dengan mendorong perempuan untuk terlibat langsung dalam musdes dan musrenbangdes untuk mengusulkan program-program yang di danai oleh Dana Desa terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan. Kami mendampingi di desa Suroteleng dan Blumbang,”terang Antonius Danang Wijayanto.

Dalam paparannya, Dokter Ariyanto dari Dinas Kesehatan Boyolali menjelaskan terkait situasi kesehatan ibu dan bayi, pada tahun 2017 angka kematian ibu di Boyolali sebanyak 15, 2017 turun menjadi 12 bisa dibilang sampai tahun 2018 mengalami penurunan, memang benar banyak perempuan ibu rumah tangga peserta JKN belum tahu kalau BPJS Kesehatan yang dipunya bisa dipakai untuk akses layanan kesehatan reproduksi baik pra kehamilan, kelahiran dan paska kelahiran, karena dari kasus kematian ibu (AKI) di Boyolali yang paling tinggi karena kasus eklamsi kemudian pendarahan dan emboli dan yang lainnya hampir 40% dan proporsi kematian ibu berdasarkan masa kejadian di boyolali yang paling tinggi ibu Nifas, ibu Bersalin, ibu Hamil.

Paparan hasil survei perwakilan forum JKN

Terkait angka kematian bayi di Boyolali yang paling tinggi karena Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), asfiksia, kelainan bawaan, sepsi dan pneumonia. Untuk angka HIV dan AIDS di Boyolali di Tahun 2018 HIV 34, AIDS 33 dan meninggal 4. fasilitas kesehatan sebetulnya menjadi kunci dari memaksimalkan pelayanan terhadap masyarakat dan saat ini di Boyolali ada 25 Puskesmas, 14 rawat inap, 11 non rawat inap, 6 puskesmas PONED, 41 Pustu, 3 klinik utama, 16 klinik pratama, 4 Labkes dan 10 Rumah Sakit, dan semua itu bagian dari tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan dan fasilitas pelayanan kespro di fasyankes dan rujukan.

Sedangkan dari pihak BPJS memaparkan terkait kepesertaan KJN-KIS BPJS. Saat ini dari jumlah penduduk Boyolali sebanyak 1.040.073 jiwa 79,73% sudah menjadi peserta JKN-BPJS dimana per 1 November sudah tercatat 829,236 tercatat sebagai peserta JKN.

Menarik karena  pemerintah kabupaten sudah mengalokasikan bantuan dana untuk masyarakat sebesar 15 Milyar yang diambil dari APBD Kabupaten untuk alokasi anggaran BPJS bagi masyarakat yang belum bisa menjadi peserta JKN-BPJS. “Ini menarik dan kiranya harus kita kawal untuk segera di realisasikan bagi masyarakat Boyolali. (red)