Bunga Mawar Di Atas Napas Perempuan Pedesaan

Perempuan dan kebun mawarnya

Mawar bukan lagi tersumpingkan di telinga sebagai penghias kecantikan perempuan pedesaan, tapi mawar menjadi penopang napas penghidupan perempuan  pedesaan “

Kelopak mawar merah merekah di atara lembah pegunungan hijau di kaki Merapi. 

Putiknya mewangi seiring  langkah kaki  dan petikan jemari yang menyuntingnya. 

Kuntum mawar, menumpuk di antara keranjang-keranjang kecil, digendong dengan kain-kain lurik oleh perempuan-perempuan lereng Merapi, mengulas senyum menjelang fajar tiba.

Pagi lembayung  menyelimuti hamparan hijau di lereng Merapi. Perempuan-perempuan dengan tawa–tawa kecil, suara riuh dan deru puluhan kaki menyemangati di pagi hari.  Hamparan kebun bunga mawar yang merah merekah berkilau di antara embun pagi. Desa Cluntang dengan bunga mawarnya bercerita,

Desa Cluntang dianugerahi alam pedesaaan dengan pegunungan yang indah. Hamparan kebun sayuran yang menghijau serta lading-ladang  bunga mawar memerah memanjakan mata dengan keindahan kas pedesaan. Untuk kesekian kalinya saya menulis tentang bunga mawar, dan untuk kesekian kalinya ketika menulis tentang bunga mawar, aromanya seakan dekat ada di ujung hidung. Wangi kurasakan dari tiap kuntum mawar merah dengan spesies terbaiknya. 

Berbicara bunga mawar tidak hanya sekedar bicara tentang sesaji.  Tentang berendam air mawar tidak hanya bicara ritual-ritual adat di mana kelompak taburan bunga mawar masih menjadi bagian penting dari sebuah ritual adat yang terselipkan di antara sanggul perempuan pedesaan. Dua tahun perempuan –perempuan di Desa Cluntang menjadikan mawar menjadi komuditi rumah tangga yang diolah menjadi berbagai produk dengan unggulan  teh mawar dan sirup mawar. Proses panjang yang dilalui oleh perempuan-perempuan  dari penolakan untuk mengkonsumi produknya, cemoohan para tatangga bahkan sampai tokoh-tokoh yang memandang bahwa bunga mawar yang hanya untuk dipergunakan sebagai ritual adat. Para petani mawar menjual dengan harga 5000 sampai 10.000 per kilo, kecuali di bulan-bulan bagus, mawar bisa menjadi sangat mahal sampai ratusan ribu perkilonya. 

Selain kendala dalam perawatan mawar yang sudah tumbuh, yang cukup rumit baik kondisi tanah maupun varian mawar yang di tanam. Kadang keterampilan para petani untuk budidaya pengembangan  tanaman bunga mawar dengan kualitas terbaik. Beruntung ada kawan-kawan baru Universitas Boyolali (UBY) yang bersedia melakukan pendampingan pembelajaran untuk budidaya tanaman bunga mawar/Javanis roses, setiap batang pohon bunga mawar yang ditanam serasa ada ribuan harapan kehidupan di mata petani, semangat dan juga komitmen.

Di masa milenial ini bunga-bunga mawar bisa diproduski menjaid teh, sirup, kripik, pilus, extra minuman segar dll. Tentunya ini menjadi harapan untuk peningkatan ekonomi rumah tangga mereka. Karena ketika berbicara tentang  bunga mawar pasti bicara perempuan dalam menanam, merawat dan memetik tiap kuntumnya di pagi hari untuk di tukarkan degan beras, lauk dan kebutuhan  lainnya. Setiap datang ke kebun-kebun mawar para perempuan merasa datang mengunjungi keluarganya yang tinggal di ladang. Mereka harus  dirawat dengan memupuk, menyiangi jika ada rumput kotor dan memangkas untuk meremajakan batang pohonnya,“ karena mereka perlu dirawat agar tetap tumbuh, berbunga melimpah bak di musim semi “kata Tini salah satu anggota kelompok Putri mawar

Bulan April ini, Desa Cluntang akan menjadi lautan bunga mawar, jutaan pohon mawar yang sudah dipangkas bak bermekaran dengan jutaan kuntum bunga segar. Harga yang tinggi akan menjadi pelepas dahaga petani mawar setelah harga turun dan jatuh. Dan mereka berharap di lebaran/Idul Fitri nanti akan ada puluhan toples yang terisi aneka makanan dengan hasil penjualan mawar ini, seperti tahun-tahun sebelumnya. Mawar akan terus menjadi salah satu penghidupan mereka. Dengan varian olahan mawar yang mereka miliki, bisa menjadi salah satu solusi penyelesaian saat bunga mawar harganya murah atau bahkan tidak ada nilai ekonominya.

“Saya perempuan single parent. Saat pulang dan diceraikan suami saya,  saya tidak punya keterampilan apapun. Hanya ladang bunga mawar seluas 500 meter dengan ratusan pohon mawar yang akhirnya bisa menjadi penghsilan harian saya dan dua anak  saya. Saya tertolong dengan kebun mawar saya “cerita Sutarti, petani mawar Cluntang.

Kini perempuan bersumpingkan bunga mawar tak hanya berjalan dan tertawa, tetapi kini mereka berlarian tertawa dengan semangat  dan kidung senjanya meraup keping rupiah dari tiap kuntumnya.  Mawar akan terus tumbuh mewangi dan menebarkan aroma kehidupannya. Berlari berkejaran tenggelam di balik temaran di kaki bukit. Sunyi. (noko Alee)