Melongok (Lagi) Persoalan dan Pengelolaan Sampah di Kelurahan Joyosuran
- 02
- Feb
Sampah masih menjadi persoalan bersama di Kota Surakarta. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan oleh Pemerintah Kota melalui DKP dan BLH Kota Surakarta tiga tahun terakhir. Berawal dari persoalan penanganan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo yang terancam tidak mampu menampung dan mengelolanya. Berbagai strategi dilakukan, baik dalam bentuk aksi, kebijakan, maupun prasyarat ketika kelurahan akan mengikuti lomba desa yaitu adanya bank sampah.
SPEK-HAM sebagai lembaga swadaya masyarakat yang salah satu programnya adalah di bidang penghidupan berkelanjutan mencoba menerapkan program–program yang mendorong pengelolaan potensi wilayah yang mendukung keberlangsungan hidup masyarakat secara layak. Salah satunya adalah pengelolaan lingkungan yang berperspektif kebencanaan. Mulai diiinisiasi adanya penyadaran dan pendidikan kritis kepada masyarakat dampingan di beberapa wilayah seperti kelurahan Sewu, Kemlayan, Gilingan, Kestalan, dan Joyosuran dengan kegiatan membangun kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, memilah sampah dan mengisisiasi adanya kelompok yang menjadikan sampah sebagai salah satu sumber pendanaan di kegiatan keuangan yang berbasis masyarakat (pra-koperasi).
Sejak tahun 2013 sampai sekarang, berbagai upaya dilakukan bersama komunitas, khususnya perempuan yang tergabung dalam Kelompok Perempuan Joyosuran (KPJ) melalui kampanye dan gerakan seperti “1000 Tangan Perempuan Menyapu” tahun 2013, “Perempuan Merawat Kali” tahun 2014, dan tahun 2015 KPJ menyelenggarakan kegiatan bertema “4 Tahun, Untaian Tanda Cinta Perempuan.” Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan kampanye gerakan makanan berbahan baku lokal, sarasehan membangun dukungan stakeholder untuk pelibatan perempuan dalam pembangunan yang didukung kebijakan pemerintah kelurahan, serta gerakan tanaman perkotaan dengan menanam 400 tanaman jeruk.
Hasilnya adalah saat ini sudah ada kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Di beberapa RW (RW 3, 4, dan 12) sudah mengelola sampah sebagai sumber-sumber pendapatan, baik yang langsung digunakan maupun yang ditabung yang disinergikan dengan kegiatan pra-koperasi sebagai salah satu sumber keuangan swadaya di masyarakat yang menunjang permodalan bagi perempuan yang memiliki usaha.
Kedatangan Komisi II DPRD Kota Surakarta pada hari Rabu, 20 Januari 2016, yang juga disertai media untuk melihat seperti apa praktek-praktek pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat Joyosuran selama ini, membuat refleksi KPJ selaku kelompok yang menginisiasi kegiatan pengelolaan sampah yang terpadu merasa harus belajar lebih banyak dan semakin giat melakukan pengelolaan sampah yang harus dilakukan oleh semua warga Joyosuran yang berjumlah lebih dari 10.000 jiwa.
Pengelolaan sampah tidak hanya untuk dipilah, dijual, dan dibuat kerajinan tangan, tetapi bagaimana limbah-limbah rumah tangga seperti air sisa mandi, air sisa masak, sayuran sisa dan lain-lain juga terkelola di tingkat keluarga, kelompok RT, dan seterusnya sehingga jumlah volume sampah yang di tingkat kota (TPA) bisa ditekan, sehingga ancaman tumpukan sampah di TPA yang tidak terkelola bisa dicegah sejak awal.
Kunjungan ini juga melibatkan Pemerintah Kelurahan Joyosuran, dan LPMK yang diharapkan akan mampu merubah perspektif dan program kelurahan bahwa sampah jika tidak terkelola dengan baik akan berakibat pada ancaman bencana dan investasi persoalan di waktu yang akan datang. Peran Pemerintah Kota Solo yang didukung anggaran dan kebijakan yang mengakomodasi persoalan tersebut akan mnejadi terobosan dalam pengelolaan sampah kota.
Adanya kunjungan dadakan yang sebenarnya bertujuan untuk melihat proses pengelolaan sampah secara mandiri oleh masyarakat, dan hasil kunjungan akan digunakan untuk membuat statregi kebijakan yang lebih tepat. Begitu pula bagi pemerintah dan masyarakat Joyosuran, hal ini menjadi refleksi berasama terhadap kegiatan maupun program yang sudah terlaksana maupun yang akan dirancang berikutnya. (sunoko/spekham.org)