Tiga Pintu untuk 3000 Perempuan
- 15
- Apr
3 Pintu untuk 3000 Perempuan
(Gerakan Pengelolaan Sampah, Tanaman Pangan dan Koperasi Terpadu Perkotaan)
Berbicara tentang pemberdayaan masyarakat perkotaan berarti akan berbicara, melihat dan mendengarkan kisah-kisah dan pengalaman inspiratif yang akan membuat seakan masuk dalam belantara kota dengan berbagai tantangan, persoalan sekaligus potensi yang luar biasa. Selama hampir 7 tahun, berawal pada 2008, SPEK-HAM telah melakukan pendampingan masyarakat di Kelurahan Joyosuran, yang berada di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta ini. Wilayah ini terdiri dari 12 RW dan 55 RT, memiliki KK sejumlah 3239, jumlah penduduk sebanyak 10.544 orang dengan komposisi jumlah penduduk perempuan 5.350 orang.
Pengalaman saya sebagai Community Organizer yang telah belajar bersama dengan masyarakat Joyosuran selama kurang lebih 4 tahun menemukan bahwa masyarakat Joyosuran, terutama perempuan yang luar biasa, didukung juga Pemerintah Joyosuran yang dinamis dan terbuka dalam menerima masukan dan ide-ide dari pihak luar.
KPJ (Kelompok Perempuan Joyosuran) sejak tahun 2011 menjadi wadah pembelajaran yang kreatif, inovatif serta kritis, memperkuat wacana tentang issue lingkungan , kebencanaan, gender yang dibalut kemas menarik melalui kegiatan ekonomi kreatif perempuan. Tiga hal tersebut menjadi perspektif diskuai hangat setiap bulan dalam kegiatan “SEKOLAH KOMUNITAS”. Selama 3 tahun terakhir, Sekolah Komunitas menghasilkan ide dan kegiatan seperti GERAKAN 1000 PEREMPUAN MENYAPU (tahun 2013), GERAKAN PEREMPUAN MERAWAT KALI (tahun 2014), dan tahun 2015 ini KPJ akan melaksanakan gerakan “3 PINTU UNTUK 3000 PEREMPUAN“, yaitu konsep pemberdayaan perempuan di Joyosuran dengan meningkatkan peran aktif perempuan dalam Kebijakan Pemerintah, praktik dan terlibat dalam pengelolaaan sampah dan tanaman pangan perkotaan, serta wadah usaha ekonomi kreatif perempuan melalui kegiatan koperasi.
Tiga tahun terakhir, KPJ melihat peluang-peluang lahan yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan penanaman, seperti ; lahan pekarangan, lahan pinggiran kali dan juga taman-taman pojok kampung, serta gang. Misalnya bisa dimanfaatkan perempuan dengan menanam tanaman pekarangan yang juga menjadi kebutuhan penunjang hidup meraka.
Selain dua hal tersebut, perempuan-perempuan Joyosuran juga berpotensi pada bidang usaha kecil rumahan seperti makanan, kerajinan tangan yang menjadi salah satu sumber pendapatan bagi keluarga. Persoalan usaha kecil yang banyak dirasakan oleh perempuan adalah terkait dengan keterampilan dan inovasi produk, jaringan pemasaran, dan modal. Konsep keuangan yang berbentuk Koperasi menjadi salah satu alternatif yang dikuatkan sejak November 2014, dengan harapan akan menjadi salah satu solusi yang strategis. Koperasi ini dikelola dengan modal yang didapatkan dari tabungan swadaya anggota. Tabungan sampah menjadi salah satu sumber keuangan Koperasi serta serapan pinjaman untuk memperkuat usaha perempuan. Konsep ini mulai dipraktikkan di beberapa tempat seperti di RW 3, 12 dan 4. Diharapkan hal serupa juga dilakukan di RW-RW lainnya, tentunya dengan dukungan Pemerintah dan stakeholders di Joyosuran.
Respon positif dan juga apresiasi masyarakat, baik dari dalam dan juga luar negeri mulai terlihat. Melalui jejaring social, KPJ mulai dikenal publik. Tulisan-tulisan komunitas juga menjadi strategi untuk mendukung sosialisasi konsep-konsep dan ide KPJ kedepan. Kunjungan study banding para Walikota dari Monggolia pada tahun 2013 untuk belajar tentang pengelolaan sampah, kunjungan Delegasi Parlemen perempuan dari Timor Leste pada tahun 2014 untuk belajar tentang pemberdayaan ekonomi perempuan, serta Kedubes Amerika dan team bola dari LA Galaksi tahun 2015 menjadi support dan juga apresiasi atas kerja-kerja keras KPJ di ulang tahun ketiga ini.
Harapan kedepan, KPJ akan lebih terlihat peran dan dukunganya dalam memperkuat ekonomi perempuan yang memiliki perspektif gender dan lingkungan, sehingga manfaat dan semangatnya bisa diwariskan oleh perempuan-perempuan hebat ini kepada generasi muda di Joyosuran. (spekham.org)
penulis : Sonoko Alee – CO Divisi Sustainable Livelihood
editor : Nila Ayu Puspaningrum