“Aku Lelah Beragama”

Lelah rasanya beragama. Tapi ku semakin mencintaiMU. Lelah mendengar dan melihat tingkah polah sederatan manusia (apa masih pantas disebut manusia) yang berbusa-busa membela agama demi sesuatu, entah benar atau tidak.

Tepian ingatan tertuju kembali kala mengisi kartu identitas, yang katanya harus tertera “agama:……”Kalau diijinkan bolehkah ku isi opsi lain yang tidak disediakan oleh sang pembuat aturan?

Susah agaknya berharap makin banyak orang menambatkan hatinya. Makin berpaling dari agama, justru karena pengikutnya sendiri. Kejadian atas nama agama ini bukan yang pertama kali menyapaku. Anak itu hanya butuh merasakan nikmatnya “bangku sekolah”. Tapi hukum taurat yang dibalut agama digunakan untuk menyingkirkannya. Sirna sudah kebahagiaanya tuk mengenakan seragam kotak-kotak.

Ora seneng neko-neko’. Apa sih hebatnya beradu dengan anak-anak atau keluarganya yang tak jauh beda dengan anak itu. Begitu muliakah aturan itu, sampai-sampai takut semua anak akan melakukan hal yang sama hanya demi coba-coba? Atau ada ketakutan lain yang merong-rong ‘nama baikmu’.

Aku tak tau pasti ini tertera dimana dan bagaimana pula isi lengkapnya, namun sayup-sayup ingatanku  berbisik: “barang siapa merasa dirinya tidak berdosa, bolehlah melempar batu yang pertama pada perempuan ini”. Saat itu pula tak satupun lemparan mengarah pada perempuan itu,satu demi satu mundur. Lupakah para pengajar itu. Secuil kisah yang (mungkin) diulang-ulang setiap tahunnya di mimbar?

Saat itu sang ibu bertutur  pada kedua anak perempuannya : “mulai minggu depan kakak akan sekolah lagi, ditempat baru”. Spontan kakak beradik itu berpelukan, “yeah…kakak sudah dapat sekolah baru…selamat ya kak” begitulah sang adik menyemangati kakaknya.

Maaf, masih alasan klise, korban kekerasan seksual masih menjadi korban lagi. Bagi korban, foto bugilnya hasil pemaksaan yang tersebar dimedia sosial sudah jadi hukuman berat yang harus dipikul seumur hidup. Ternyata sekolah tak terima hanya itu saja hukumannya. Bagi sekolah atas nama ‘nama baik dan agama’ harus angkat kaki, hari itu juga tak perlu menunggu surat dikeluarkan.

Kemana harus mencari kebenaran dan keteduhan hati ketika sekolah yang bersorak-sorai atas nama agama tak lagi mau bersabahat. Kisahnya baru dimulai, entah besok atau besoknya lagi.

Gadis kecil, maaf belum ada berita gembira buatmu…

(Maria Sucianingsih/spekham.org)