Diskusi Mahasiswa dan Staf Kedubes AS Pascapemilu di Surakarta

suasana diskusi mahasiswa dan staf Kedubes AS di Kantor SPEK-HAM

15 mahasiswa dan pelajar yang berasal dari berbagai organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Surakarta, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surakarta, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berdiskusi dengan tiga orang tamu dari Kedubes Amerika Serikat dan difasilitasi oleh SPEK-HAM di Kantor SPEK-HAM, Jl Srikoyo nomor 20, Selasa 914/5). Diskusi menghadirkan Sunoko atau biasa dipanggil Noko Alee dan Asep Nanda, sebagai lulusan kursus pendek yang pernah diselenggarakan oleh Kedubes Amerika Serikat.

Mengambil tema pascapemilu serentak 17 April, diskusi lebih banyak mendengar paparan yang disampaikan oleh para mahasiswa terkait kondisi Kota Surakarta pascapemilu. Salah seorang mahasiswa mengemukakan bahwa kasus kematian ratusan petugas KPPS tenggelam oleh pemberitaan-pemberitaan kondisi sosial masyarakat di akar rumput. Kalangan anak muda di Surakarta lebih menerima pemilu meski secara resmi belum diumumkan oleh KPU. Beberapa kejadian kecil terjadi di Kabupaten Sragen, pendukung salah satu paslon paslon nekad mengklaim kemenangan dan diprotes oleh pendukung paslon yang lain, namun hal itu tidak menjadi viral di media sosial dan bisa dikendalikan dengan baik.

Seorang mahasiswa dari universitas swasta terkenal di Surakarta mengemukakan bahwa terkait isu-isu islam konservatif dan sekuler, dirinya berkata bahwa salah seorang dosen pengajar duduk di Dewan Syariah Kota Surakarta (DKSK) sampai saat ini masih aktif mengajar. Terkait Kota Surakarta yang dipimpin oleh seorang wali kota yang beragama non muslim, kalangan muda Surakarta tidak menjadikan masalah.

Surakarta yang dikenal sebagai kota yang plural, karena semua kalangan ada dan bagaimana nilai toleransinya, seorang mahasiswa mengatakan bahwa jika ada unsur atau segelintir orang yang ngomong tentang politik identitas, maka dia bukan mewakili salah satu unsu institusi, misalnya Muhammadiyah. “Kalangan muda atau milenial tidak perlu meributkan hasil pemilu, Kita percaya kepada KPU,”terang mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta tersebut.

Sedangkan kondisi perpolitikan di Amerika Serikat sendiri dikemukakan oleh Joshua Lustig, staf Kedubes Amerika, bahwa isu-isu yang berkembang di sana sama dengan di Indonesia, bahkan Tiongkok. “Saya ingat ada konsep baru pada mahasiswa di universitas di Amerika , ada masalah dan beberapa project sering dapat HOAX juga,”terang Joshua Lustig. Di Amerika Serikat, saat pemilu, mereka yang memilih kebanyakan adalah para orangtua, sedikit di kaum muda.

Najih, Ketua PMII Surakarta sedang memberikan pendapatnya tentang gerakan akar rumput.

Saat pertanyaan disampaikan oleh delegasi Kedubes Amerika Serikat tentang apakah upaya yang dilakukan oleh mahasiswa terkait isu cross? Mahasiswa menjawa bahwa mereka juga berjejaring dengan gerakan mahasiswa lainnya seperti GMNI. (red)