[Kisah Nyata] Atas Nama : Nama Baik

Kisah berikut berdasarkan kisah nyata yang ada di kabupaten Klaten. Tulisan yang tertuang dibawah ini pun berdasarkan pengakuan korban yang ditulis sebenar-benarnya.

Berikut kisahnya…

Aku adalah seorang perempuan yang tinggal di Klaten, Jawa Tengah. Aku punya sebuah kisah yang menyesakkan terkait hubunganku dengan seseorang. Harapanku agar kisahku ini tak terjadi juga kepada orang lain.

Dia adalah mantan pacarku. Hubungan kami dulu awalnya baik – baik saja. Namun setelah beberapa lama dia mulai menunjukkan hal – hal yang kurang menyenangkan dalam hubungan kami. Aku sering dibohonginya dalam banyak hal dan hal ini terus – menerus terjadi. Selalu ada saja alasannya yang masuk akal untuk menutupi kebohongannya dan membuatku memaafkannya. Tapi setelah lelah menjalani hubungan yang tidak membuatku nyaman, pada titik tertentu aku akhirnya harus mengambil langkah atas hubungan kami, yaitu putus. Meski begitu, dia tetap mencari cara supaya bisa ketemu denganku. Akhirnya permohonannya yang terakhir untuk bertemu aku kabulkan dengan harapan setelah itu semua akan selesai.

Tapi ternyata pertemuan itu justru membawa musibah bagiku. Dia menganiayaku, lalu mengancam akan membunuhku dan aku disiram air keras jika tidak mau menuruti nafsu dia. Saat itu juga aku dipaksa foto bugil.

Ternyata tidak berhenti disitu saja. Setelah kejadian itu aku mendapatkan ancaman bahwa fotoku akan disebarkan ke kampus dan diberikan ke orang tuaku. Ancaman itu membuatku tidak bisa berkutik. Aku tidak bisa berpikir jernih karena aku masih kuliah dan kondisi ibuku sedang sakit keras dan karena itu semua masalah ini mau tak mau harus kupecahkan seorang diri.

Keadaan yang menyiksaku ini akhirnya membuatku menyerah pada kemauan dia. Ancaman demi ancaman datang beberapa kali hingga akhirnya karena tak tahan, aku datang dan berkonsultasi ke POLRES. Tetapi POLRES belum bisa berbuat apa – apa karena belum ada barang bukti.

Kemudian, muncul lagi sebuah ancaman berupa surat berisi foto dan surat yang ditujukan ke orang tuaku. Barang bukti ini lalu kubawa ke POLRES. Dalam surat tersebut mantanku mengatakan bahwa dia ingin bertemu denganku. Aku pun datang menemuinya, tapi kali ini tidak seorang diri. Polisi menyertaiku dan pada saat itu juga dia akhirnya ditangkap.

Kampus tak berpihak padaku

Kecuali kau menjadi diriku, jangan pernah memvonisku karena kau tak tahu, tak pernah tahu dan tak akan tahu apa pun tentang diriku

Pada saat pemeriksaan, aku meminta supaya orang tua dan kampus tidak perlu tahu tentang kejadian ini. Tapi nasib baik belum berpihak padaku. Entah bagaimana ceritanya, surat kabar tiba – tiba sudah memberitakan tentang kasusku. Meski dalam pemberitaannya, mereka tidak menyebut nama lengkapku (hanya inisial) tapi daerah tempat tinggalku disebutkan (nama kecamatan). Tak pelak lagi, banyak temanku membicarakan kasus ini hingga akhirnya kampus merasa perlu untuk menindaklanjuti berita tersebut.

Aku pun dipanggil untuk menemui bidang kemahasiswaan. Dalam kondisi yang kacau dan takut diintrogasi, aku ditanya apa benar aku telah melapor ke POLRES. Aku juga ditanya sudah berapa kali melakukan hubungan sex. Aku menjawab 3 kali, itu pun karena diancam dan dibawah tekanan. Tetapi pihak kemahasiswaan tidak peduli, aku malah disalahkan karena telah berhubungan sex dan sudah melanggar aturan agama. Kemudian aku diminta tanda tangan pada kertas yang bertuliskan bahwa aku telah melakukan hubungan seksual sebanyak 3 kali. Aku tak tahu apa fungsinya surat semacam itu.

Awalnya aku berharap kejujuranku akan membuat kampus membantuku menyelesaikan masalah ini. Tapi ternyata tidak. Kampus malah menambah ruwet permasalahan dengan mengatakan akan mengeluarkanku (Drop Out) karena aku dianggap telah melanggar aturan agama dan mempermalukan nama kampus. Padahal saat itu aku sudah membayar uang untuk mendaftar ujian akhir sejumlah Rp. 2,6 juta. Artinya, tinggal selangkah lagi aku akan lulus.

Di tengah kebingungan aku lalu minta bantuan kepada P2TP2A Mutiara Klaten hingga ke lembaga yang dianggap dekat dengan pihak kampus. Tapi tetap hasilnya nol. Bagi kampusku yang berlatar belakang agama, aku dikeluarkan karena demi citra dan nama baik kampus. Tanggal 24 juni 2011 surat pemberhentianku sebagai mahasiswa benar – benar dikeluarkan oleh pihak kampus. Aku tak percaya semua ini terjadi padaku. Aku tidak bisa mengikuti ujian akhir yang diselenggarakan pada tanggal 28 juni  2011. Aku gagal lulus kuliah.

Setelah surat pemberhentian kuterima, tak berarti urusan dengan pihak kampus selesai. Sebagai mahasiswa aku tentu berhak mendapatkan kembali berkas-berkas hasil perkuliahanku, termasuk pengembalian uang ujianku yang sejumlah Rp. 2,6 juta karena aku batal ikut ujian. Tapi nyatanya prosesnya tidak mudah . Aku dilempar kesana kemari, menunggu lama, dicuekin, dipandang kotor dan yang pasti banyak teman yang menjauhiku dan tak mau membantuku. Semua harus kulewati sendiri demi mendapatkan berkas tersebut.

Setelah menunggu lebih dari dua minggu berkas akhirnya kuterima dan uang pendaftaran ujian yang sebelumnya kubayar sebanyak Rp. 2,6 juta pun dikembalikan tapi hanya tinggal Rp 925,000. Mereka beralasan uang tersebut sudah terlanjur digunakan untuk proses – proses pelaksanaan ujianku padahal pada kenyataannya aku tidak pernah mengikuti proses – proses tersebut dan tidak bisa ikut ujian karena sudah dikeluarkan oleh pihak kampus.

Selepasnya dari kampus, berbekal berkas-berkas tersebut kini aku berharap mendapatkan kampus baru untuk melanjutkan kuliahku. Orang tuaku selalu menanyaiku kapan aku akan wisuda. Batinku menangis tiap kali orang tuaku menanyakan pertanyaan itu. Karena mereka tak tahu peristiwa yang telah menimpaku sehingga aku terpaksa harus keluar dari kampus dan gagal lulus.

Sampai saat ini aku masih mencari – cari kampus baru yang mau menerimaku. Kasus yang menimpaku ini masih menjadi rahasiaku. Orang tuaku belum tahu dan aku tidak berharap mereka tahu.

Klaten, 8 agustus 2011

Seperti yang dituturkan kepada Maria Sucianingsih