Mau Dibawa ke Mana Solo…???

Solo saat ini sedang menjadi sorotan publik, sejak dipimpin oleh Walikota Joko Widodo. Kota Solo yang terkenal dengan budaya Jawanya yang masih sangat kental yang pada saat ini pembangunan di Kota Solo itu sendiri menjadi semakin agresif namun tak juga melunturkan budaya lokal, terlebih saat Pemerintahan Kota ini dipimpin oleh sosok Joko Widodo atau lebih dikenal dengan Jokowi. Perlu ditelusuri secara mendalam, perkembangan Kota Solo sekarang ini apakah sudah menjadi dambaan masyarakat Solo itu sendiri atau bahkan akan menjadi “lubang buaya” bagi tuan rumahnya.

Menurut Badan Pusat Statistik Surakarta (2010), bahwa kepadatan penduduk di Surakarta mencapai 11.431 orang per kilometer persegi dengan luas wilayah Solo hanya 44 kilometer persegi. Bisa dibayangkan betapa sempitnya wilayah Solo sekarang ini jika pada tahun 2010 saja sudah menunjukkan angka kepadatan yang signifikan. Jika dilihat secara fisik, Solo sudah seperti kota metropolitan karena banyak pusat komersial yang berdiri di sepanjang jalan akses kota.

Solo 2Sehubungan dengan akan diadakannya Pemilihan Kepala Daerah, melalui Rembug Solo yang digawangi oleh Solopos, bertajuk “Solo Mau dibawa Kemana..?” yang berlangsung pada hari Rabu, 20 Agustus 2014 di Griya Solopos, dengan mendatangkan narasumber Ir. Kusumastuti MURP (Pengamat Tata Kota UNS) dan Dr. Anton A. Setyawan, SE. Msi (Pengamat Ekonomi UMS), yang dihadiri juga oleh anggota DPRD Solo, Umar Hasyim dan Direktur LSM SPEK-HAM, Endang Listyani, tak luput juga para Pemangku Partai Politik yang ada di Solo, juga perwakilan masyarakat umum Solo. Dalam forum Rembug ini diharapkan masyarakat mampu memberi kontribusi dalam memberikan gambaran siapa calon Walikota Solo tahun 2015 nanti.

Ada beberapa potensi akar permasalahan yang dirumuskan dalam Rembug ini, yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh calon Walikota Solo yang menjabat, diantaranya :

  1. Pembangunan pasar modern yang menggeser peran pasar tradisional. Karena Pemerintah Kota dianggap belum mampu memberi gambaran keberlanjutan pasar tradisional dan mengembangkan ekonomi kerakyatan.
  2. Perijinan pembangunan hotel yang semakin marak di Solo menjadikan Kota Solo terancam tidak memiliki ruang terbuka hijau, padahal ruang terbuka hijau di kota itu syaratnya 30% dari luas wilayah, sedangkan Solo baru memenuhi 20%.
  3. Pelayanan kesehatan yang masih berbasis kuratif/pengobatan, bukan diawali dari akar masalah yang timbul atau preventif (pencegahan), sehingga masih ditemukan beberapa masyarakat Solo yang menjadi penderita suatu penyakit, serta masih banyaknya Puskesmas di Solo Raya yang tidak ada dokter prakteknya.
  4. Buruknya drainase (belum tertuang dalam Musrenbangkel). Solo merupakan kota pemukiman padat penduduk sehingga masih terdapat masyarakat yang membuang sampah di saluran air sehingga mempengaruhi kualitas sumber air yang ada, padahal Solo sendiri tidak memiliki sumber air yang cukup untuk didistribusikan.
  5. Permasalahan pengelolaan sampah yang belum terealisasi sampai saat ini, sehingga belum ada bentuk pengolahan sampah terpadu tingkat kota yang dicanangkan dalam Perda.
  6. Peningkatan ekonomi kreatif yang masih macet. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya koordinasi dan sikap kooperatif untuk pengembangan budaya yang ada di Solo dengan pembangunan fisik Kota sehingga slogan “Solo The Spirit of Java” tidak tercipta pada saat ini.
  7. Pembentukan dan pengesahan Perda Partisipatif. Ini diharapkan akan memberi ruang lebar kepada masyarakat Solo pada umumnya untuk berperan aktif membangun dan mengembangkan Kota tempat tinggal mereka secara menyeluruh (bukan hanya fisik, tapi managerialnya) karena salama ini Perda tersebut tidak pernah dihiraukan oleh Pemerintah kota.

Ada beberapa pandangan dari para Pakar yang datang, untuk mampu mengatasi permasalahan yang ada. Ir. Kusumastuti MURP (Pengamat Tata Kota UNS) mengungkapkan bahwa selain terbangunnya kerjasama yang baik secara kewilayahan (Solo Raya), juga ada gambaran tentang perlunya dibentuk “Solo Community Center”, yang diharapkan akan menjadi wadah bagi seluruh aliansi yang ada, termasuk masyarakat umum Solo untuk berdiskusi bersama, berdedikasi, dan berkarya memajukan kota. Beliau memplotkan bahwa revolusi mental mampu memberi perubahan di kota Solo.

Sedangkan menurut Pengamat Ekonomi UMS Dr. Anton A. Setyawan, SE. Msi, memaparkan bahwa :

  • Solo akan mampu memajukan ekonomi kerakyatannya dengan menjadikan pasar-pasar tradisional yang ada sebagai pusat pendistribusian barang atau bahan yang dibutuhkan. Dan menjadikan perdagangan (pengolahan produk) sebagai sistem utama peningkatan ekonomi Kota Solo.
  • Selain itu, para pelaku pasar modern (minimarket dan sejenisnya) dipastikan tidak mudah mengkases bahan mentah dari para petani di Solo Raya.
  • Dari sekitar 63 Perguruan Tinggi yang ada, diharapkan ada Perguruan Tinggi di Solo yang khusus untuk kebutuhan riset.

Disayangkan Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo tidak dapat hadir dikarenakan memenuhi panggilan tugas oleh Joko Widodo (Mantan Walikota Solo) ke Jakarta. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat para peserta yang ada. Semua yang terlibat dalam rembug itu berharap pada Anggota Dewan yang hadir untuk lebih peka menyimpulkan aspirasi yang tertuang sebagai pertimbangan pemilihan Calon Walikota. Selain itu, diharapkan Calon yang diusung oleh Partai Politik merupakan seseorang yang berkompeten dan memiliki visi yang mampu menegakkan PERDA.(murni/spekham.org)