Siaran bersama Radio Immanuel Solo : Keadilan Hukum Bagi Korban Kekerasan Seksual

Fitri Haryani dan Host Anya

#SAHKAN RANCANGAN UNDANG – UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL

Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, Fitri Haryani dari SPEK-HAM pagi ini , Rabu (6/3) mengudara di Radio Immanuel dengan bahasan tema Keadilan Hukum Bagi Korban Kekerasan Seksual. Kerja sama siaran di Radio Immanuel sudah terjalin dari beberapa waktu lalu dengan materi siaran terkait tentang isu kekerasan seksual dan hak-hak perempuan korban. Menurut Fitri penting untuk mengambil tema kekerasan seksual sebab saat ini angkanya semakin meninggi. Di SPEK-HAM Fitri dan kawan-kawan menangani sebanyak 58 kasus kekerasan dengan korban perempuan yang dianggap dewasa sepanjang tahun 2018 lalu. Hampir 30 % nya merupakan Kekerasan Seksual.

Menurut Fitri kekerasan seksual selama ini yang dipahami oleh awam hanyalah perkosaan , yang memenuhi banyak unsur. Padahal ada juga kekerasan seksual dalam pacaran yang jika dimunculkan fenomenanya sangat luar biasa. “Menurut penelitian dalam 1 jam, 2 dari 3 perempuan mengalami kekerasan seksual,” tutur Fitri yang dipandu oleh Host Anya.

Ada lagi, penyerangan terhadap seseorang terkait seksualitasnya dan masih banyak lagi di antaranya adalah eksploitasi seksual, pemaksaan pemakaian kontrasepsi. Terkait perbudakan seksual masih ada tyang namanya trafficking. Perbudakan seksual, termasuk di dalamnya adalah pemaksaan pernikahan. perbudakan, masuk di dalamya pemaksaan pernikahan.

Membahas tentang perkosaan di KUHP, memang ada unsur yang harus memenuhi minimal, melihatnya dari penetrasi, dari forum pengada layanan perkosaan tidak harus ada penetrasi dari alat vital ke alat vital namun penetrasi dengan alat lain pun masuk dalam ranah perkosaan.

Kemudian yang banyak dialami oleh perempuan terkait persoalan-persoalan praktik budaya,  pemotongan genital, sunat perempuan. Budaya tersebut sedikit demi sedikit muali terkikis dengan adanya kesadaran bahwa praktik tersebut hanyalah bagian dari simbolis.

Pelecehan seksual masuk dalam kekerasan seksual, meski fisik tidak ada penyentuhan, namun verbal. Bisa dikategorikan kekerasan seksual. Kekerasan seksual termasuk perbuatan “catcalling” yang akhir-akhir ini marak dan sempat menjadi viral. Karena masuk dalam korban kekerasan seksual “catcalling” dan banyaknya komentar dari beberapa korban, kemudian yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana Undang-undang melindungi korban?

Menurut Fitri, terkait perlindungan hukum sudah ada namun minim dan hanya dilihat kasus kriminal, korban melapor dan proses diselesaikan secara hukum, pelaku masuk penjara selesai. Padahal kekerasan seksual bukan hanya tentang  persoalan pertanggungjawabnya saja, namun keadilannya. Bukan fisik, kebutuhan terkait psikis, orang yang mengalami kekerasan seksual mengalami kejatuhan atas harga diri tertinggi. Siapa sih yang mau menjadi korban? Dalam relasi rumah tangga pun bisa terjadi.

“Dampak korban kekerasan adalah ketraumaan. Padahal jika melihat dampaknya dari awalnya jadi korban, pertama dia jadi korban, dan pelaku bisa lebih jadi satu. Banyak korban dengan orangtuanya tidak berani bercerita. Nah, kemudian apa yang terjadi? Ada kehamilan. Dan fenonemana, dampak kekerasan seksual, bisa jadi sebelum dia melahirkan dia sudah melakukan banyak sekali upaya pengguguran. Ini bagaimana? “Kasus yang kita tangani,mengalami perkosaan yang dilakukan oleh 4 orang dan kemudian pernah mengalami percobaan bunuh diri sampai tujuh kali. “Mirisnya Ini dampak yang sudah dianggap biasa,”jelas Fitri.

Fitri Haryani dan Host Anya dari Radio Immanuel Solo saat sedang mengudara

Dampak sosial lebih panjang bagi korban. Yang dibutuhkan untuk korban yang mengalami trauma adalah konseling secara intensif dengan psikolog. Korban akan kembali ke masyarakat,dan tugas masyarakat adalah menciptakan lingkungan yang kondusif , tidak menggunjingkan, membangun nilai positif dan kondusif. Karena bisa jadi korban dipandang sebelah mata. “Ini bagian-bagian yang jadi tanggung jawab pemerintah, tentang pemulihan sosial, tidak sebatas apa yang belum tentu, misal berdaya ekonomi kemudian ada yang berubah. Harus ada dukungan pemerintah, bekerja sama aware-lah dengan keadaan seperti ini,” jelas Fitri

Terkait  agama, kita hendaknya melihat dengan perspektif bagaimana melihat perempuan tidak sebatas objek saja, tetapi perlindungan yang utama adalah perempuan sebagai subjek. Ibu adalah perempuan.  Anak perempuan ke depan akan jadi ibu. Melihat pandangan perspektif kita akan melihat, objek seksualitasnya saja, pelampiasannya saja. Tetapi bagaimana memperlakukan perempuan sesuai dengan kemanusiaan. Masalah perspektif relasi tidak setara, perempuan tidak punya kuasa apa pun harus dikikis, perempuan perlu dihargai oleh siapa pun, tidak ada pembedaan.,”ungkap Fitri.  

Apa yang dilakukan SPEK-HAM dalam memberikan perlindungan, layanan kasus kekerasan terhadap perempuan. “Jika ada perempuan yang mengalami kekerasan mari ke kantor kami untuk perlindungan sosial dan hukum. Kami bersama forum pengada layanan mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, terkait perlindungan hukum. Di RUU memang ada proses upaya pencegahan, tanggung jawabpemerintah, negara, masyarakat, bagaimana memberikan layanan bagi korban yang komprehensif. Jadi kenapa kita dari Sabang sampai Merauke mencoba mendorong ini untuk segera disahkan karena kasus kekerasan seksual meningkat, dampaknya banyak tidak ada perlindungan baik sosial maupun khusus. Kami di nomor kantor bisa dan butuh kantor di instagram 08383662020,”pungkas Fitri. (AP)