SPEK-HAM Dorong Optimalisasi Layanan Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
- 22
- Aug
Pernyataan tersebut mengemuka dalam kegiatan Dialog Publik Multisthakeholder dan Sosialisasi Hasil Riset BPJS-JKN untuk Kesehatan Reproduksi di Rumah Makan Elang Sari, Boyolali, Kamis 18/8. Kegiatan ini diikuti oleh 40 orang peserta, terdiri dari perwakilan Dinas Kesehatan, Dinsosnakertrans, Ikatan Bidan Boyolali, perwakilan Puskesmas di wilayah Kabupaten Boyolali, Akademisi, Perangkat Desa wilayah riset, Media Massa, Serikat Pekerja dan Buruh, Komunitas Perempuan, Tokoh Masyarakat, Ormas dan LSM di wilayah Boyolali.
Dialog publik menghadirkan 4 orang narasumber, yaitu Endang Listiani (Direktur SPEK-HAM), Slamet Widodo (BPJS Cabang Boyolali), dr. Sherly J. Kilapong dari Dinkes Boyolali dan Ribut Budi Santoso, Ketua Komisi IV DPRD Boyolali. Endang Listiani menyampaikan beberapa temuan pada riset kedua yang dilakukan tahun 2016, diantaranya adalah masih rendahnya perempuan desa untuk mengakses layanan kespro dalam program JKN. “Jenis pemeriksaan yang dilakukan perempuan desa hanya pemeriksaan persalinan dengan besaran 32,0%, pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KB masing-masing 24,2% dan 10,6%”, ungkap Endang.
Riset ini juga menemukan alasan responden belum menjadi anggota BPJS. Dari responden yang menjawab sebanyak 43,0% mengaku tidak tahu prosedur pembuatannya, 36,8% menjawab tidak bisa membayar premi, sebanyak 13,7% menjawab pelayanan kurang baik dan sisanya 5,7% mengaku sudah mempunyai asuransi.
Sebagai informasi riset dilakukan pada periode Juni-Juli 2015 dan Maret-April 2016 di 15 Propinsi, yaitu Aceh, Maluku, NTT, NTB, Sulsel, Sulut, Lampung, Jambi, Sumbar, Sumut, DKI Jakarta, Bali, Yogyakarta, Jateng dan Jatim.
SPEK-HAM menjadi pelaksana riset di wilayah Jawa Tengah. Lokasi yang dipilih adalah Kabupaten Boyolali, karena wilayah ini merupakan wilayah dampingan SPEK-HAM. Selain itu diperkuat dengan data kasus HIV-AIDS dan kasus kekerasan terhadap perempuan yang masuk dalam kategori tinggi di Jateng. Riset dilakukan di 10 desa yang terbagi menjadi 2 tahap dengan melibatkan 400 orang responden perempuan usia 15-65 dan 100 orang responden yang mewakili penyedia layanan, terdiri dari Jajaran Direksi, Dokter, Bidan dan Analis Kesehatan.
Tujuan riset adalah mengetahui gambaran pelaksanaan skema jaminan kesehatan nasional secara rutin, baik dari perspektif pemberi pelayanan maupun pengguna pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya terkait dengan kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual.
Slamet widodo dari BPJS Cabang Boyolali mengakui bahwa sosialisasi yang dilakukan memang belum maksimal, “Kalau untuk menjangkau ke 19 kecamatan di Boyolali sudah kami lakukan tetapi untuk ratusan desa belum bisa kami datangi semua, makanya kami butuh kerjasama dari semua pihak terutama dengan Dinkes”, jelas Slamet. Ia menambahkan bahwa untuk tahun 2016 ini target kepesertaan JKN adalah untuk usaha mikro.
Masih menurut Slamet, bahwa BPJS bekerja dengan aturan UU dan regulasi. Kemanfaatan layanan BPJS meliputi preventif, kuratif dan rahabilitasi. Selain itu untuk layanan Kespro seperti Iva test, Pap Smear terkaver dalam JKN. Slamet meminta kepada masyarakat bila ada layanan yang tidak baik silakan mengadu termasuk masalah penambahan pembayaran obat.
Sementara itu dr. Sherly J. Kilapong dari Dinkes Boyolali menyampaikan komitmennya tentang kesehatan reproduksi. Menurutnya, kesehatan reproduksi harus dipahami dari sejak dalam kandungan, bayi, balita, anak, dewasa hingga lansia. Dinkes Boyolali melalui layanan yang dibangun berjejaring mulai dari Rumah Sakit, Puskesmas hingga Bidan Desa menerapkan layanan kespro, diantaranya dengan menyediakan rumah tunggu kelahiran.
Ketua Komisi IV DPRD Boyolali, Ribut Budi santoso menyampaikan apresiasinya atas rilis riset yang disampaikan SPEK-HAM. Menurutnya masyarakat harus dipahamkan dengan persoalan JKN, pertama soal aturan dan regulasinya. Selain itu riset ini juga bisa menjadi evaluasi bagi BPJS sendiri. “Setiap 6 bulan sekali ada kegiatan evaluasi pelaksanaan JKN, tetapi tidak pernah mengundang masyarakat umum, ini yang menjadi persoalan”, ungkap Ribut. Ribut menambahkan jumlah peserta BPJS di Boyolali hingga per April 2016 sebanyak 579.071 peserta atau sekitar 59,49 persen dari total penduduknya 973.322 jiwa.
Masih menurut Ribut, tugas DPR ada 3 yaitu regulasi, penganggaran dan pengawasan. Dalam hal pelaksanaan JKN khususnya di Kabupaten Boyolali, ia berharap peran pengawasan bisa dilakukan oleh masyarakat. Ribut sangat terbuka bila ada kegiatan hearing dengan anggota DPRD untuk membahas persoalan layanan kesehatan.
Pada sesi diskusi muncul keluhan dari salah seorang peserta, Sinam M. Sutarto warga Desa Sempu, Kecamatan Andong mengeluhkan masalah data penerima BPJS yang tidak akurat, menurutnya ada warga yang sudah mati mendapat kartu BPJS. Hal lain yang dikeluhkan adalah persoalan pemindahan kelas kamar di Rumah Sakit, Tarmi Warga desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak pernah mengalaminya dengan alasan kamar kelas 2 penuh maka ia harus menerima dipindah ke kelas yang lebih tinggi sehingga harus membayar sejumlah biaya.
Sayangnya beberapa keluhan warga yang disampaikan belum bisa terjawab karena Slamet Widodo dari BPJS Cabang Boyolali meninggalkan acara secara mendadak dengan alasan ada kegiatan lain yang lebih penting.
Adwi Joko, Direktur Pattiro Surakarta menyampaikan tentang Forum Masyarakat Peduli BPJS-JKN yang menurutnya sangat penting untuk dibentuk di Boyolali. Menurutnya layanan pengaduan yang dibuat oleh BPJS baik melalui telepon, SMS, web atau media yang lainnya belumlah efektif karena pengaduan yang diberikan masyarakat belum tentu ditanggapi. Joko menambahkan Forum Warga Peduli BPJS-JKN akan menjadi sarana untuk mengawasi layanan yang terkaver BPJS di Rumah Sakit maupun di Faskes Primer.
Rangkaian kegiatan Riset, Dialog Publik Multisthakeholder dan Sosialisasi Hasil Riset BPJS-JKN untuk Kesehatan Reproduksi diselenggarakan SPEK-HAM bekerjasama dengan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), Jaringan Perempuan Peduli Kesehatan (JP2K), dengan dukungan AUSAID Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan).
Henrico Fajar K.W-Divisi Kesehatan Masyarakat SPEK-HAM