Tantangan Ganjar Terkait Kongres Perempuan : Lahirkan Rekomendasi-Rekomendasi!
- 27
- Nov
Sebanyak 750 orang, sebagian besar perempuan memadati Auditorium Hotel UTC Semarang (25-26/11) untuk melakukan Kongres Perempuan Jawa Tengah. Kongres yang diinisiasi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Besar (DP3AP2KB) bersama dengan Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Tengah. Kongres bertujuan bersama-sama melakukan konsolidasi gerakan sosial untuk mencari solusi bersama atas persoalan-persoalan yang terjadi pada perempuan. Khususnya soal kekerasan yang berasal dari diskriminasi.
Berbagai masalah kesenjangan dan diskriminasi yang menimpa perempuan masih saja terus terjadi. Kemiskinan perempuan, ketidaksetaraan upah dan kesempatan pekerjaan, kekerasan dan perdagangan perempuan dan anak, perkawinan anak, kematian ibu dan rendahnya partisipasi politik perempuan di parlemen dan dalam pembangunan merupakan berbagai permasalahan yang masih dihadapi oleh perempuan.
Menarik ketika permasalahan yang menjadi hambatan bagi perempuan itu digelar dan disaksikan oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang membuka kongres.”Masalah terus ya, ayo bikin rekomendasi-rekomendasi!”terang Ganjar. Sedangkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Gusti Ayu Bintang Darmawati biasa dipanggil Bintang Puspayoga yang menjadi keynotespeaker memaparkan “Perspektif Perempuan Indonesia dalam Pembangunan”.
Jawa Tengah sendiri memiliki payung hukum berupa Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Tengah 17 November 2015 yang mengatur peningkatan partisipasi perempuan pada proses pengambilan keputusan, pemenuhan hak perempuan, perlindungan perempuan dan anak dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan desa yang responsif gender. Selain itu juga telah terbit pula PERDA nomor 4 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah Retno Sudewi menjelaskan bahwa Kongres Perempuan Jawa Tengah I perlu dilaksanakan untuk memberikan rekomendasi penyelesaian masalah perempuan saat ini.
Seperti dikutip jatengprov.go.id, dalam jumpa pada wartawan sehari jelang kongres, Dewi menunjuk contoh, di Jawa Tengah dari tahun 2015 – 2019 tercatat ada 8.640 perempuan yang melapor dirinya mengalami kekerasan berbasis gender. Kemudian lebih 50 % Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) di Jawa Tengah tidak memiliki akte nikah, 78 % bercerai karena mengalami KDRT, 40 % buta huruf serta 56 anak mereka tidak memiliki akte kelahiran. Dari 120 anggota DPRD Jawa Tengah hasil Pemilu 2019, hanya terdapat 22 anggota DPRD perempuan atau hanya sebesar 18,3 %. Padahal keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif DPRD Jawa Tengah pada Pemilu 2019 tercatat sebesar 40,6 %.
“Untuk itu pasca pemilu kepala daerah Provinsi Jawa Tengah 2018 dan Pemilu Presiden 2019, gerakan perempuan di Jawa Tengah memiliki tanggungjawab tidak hanya untuk mendiskripsikan apa yang terjadi, tetapi harus, melakukan konsolidasi gerakan sosial,” terangnya. (red)