Mendesak Diberikan Pendidikan Seksualitas Komprehensif Bagi Remaja

Komunitas Perempuan Suroteleng

Pendidikan seksualitas komprehensif mendesak diberikan untuk remaja. Hal tersebut mengemuka dalam kegiatan Diskusi Komunitas Perempuan Suroteleng yang digelar di rumah Rohmini, Buluwetan, Desa Suroteleng, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali pada Rabu, 20/11. Menurut Nurwati Choiriyah salah seorang kader kesehatan Desa Suroteleng, remaja harus diberikan informasi yang benar tentang seksualitas, apalagi menurutnya di zaman kini banyak remaja yang salah dalam pergaulan, mereka cenderung bebas tanpa aturan. Akibatnya kasus-kasus kehamilan yang tidak diinginkan dan pernikahan usia anak semakin merajalela.

Hal senada disampaikan Tuminah, remaja harus diberikan informasi tentang kesehatan reproduksi. Menurutnya kenakalan remaja seperti penyalahgunaan narkoba, pacaran yang tidak sehat dan seks di luar nikah terjadi karena masih banyak remaja yang belum paham tentang dampak dari narkoba dan seks di luar nikah tersebut.

Sementara itu pada sisi lain masih banyak orang tua yang belum paham tentang seksual dan seksualitas. Orang tua tidak berani berbicara soal seks bersama anak-anak mereka karena beranggapan bahwa seks adalah tabu dan tidak pantas didiskusikan bersama anak-anak mereka. Henrico Fajar, pendamping dari SPEK-HAM mengajak ibu-ibu untuk tidak lagi melihat seksual sebagai hal yang tabu.

“Kita harus mulai merubah pikiran kita, bahwa seksual itu berkaitan dengan jenis kelamin, sedangkan seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, psikologis, dan budaya,”ungkap Henrico. Lebih lanjut dia menerangkan bahwa Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi.

Sedangkan Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual, identitas peran atau jenis, serta bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri.

Pada dimensi sosial, seksualitas dilihat pada bagaimana seksualitas muncul dalam hubungan antar manusia, bagaimana pengaruh lingkungan dalam membentuk pandangan tentang seksualitas yang akhirnya membentuk perilaku seksual. Dimensi kultural menunjukkan perilaku seks menjadi bagian dari budaya yang ada di masyarakat.

Sebagai informasi data dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali menjelaskan angka kasus dispensasi perkawinan mengalami penurunan walupun dari tahun mengalami penurunan. Di tahun 2017 ada 5 kasus, 2018 ada 4 kasus 2019 sampai bulan Agustus ada 2 kasus.

Ikhsannudin salah seorang pegawai di KUA Kecamatan Selo, menjelaskan pernikahan usia anak di Kecamatan Selo terjadi bukan karena hamil duluan, tetapi memang budaya setempat yang membolehkan usia 16 tahun atau anak tamat SMP atau SMA untuk menikah. “Jadi berbeda dengan di tempat lain, menikah dini hampir selalu disebabkan adanya kehamilan yang tidak diinginkan”, ungkap Ikhsan. Walaupun angka pernikahan anak mengalami penurunan namun pihaknya mengaku tetap prihatin dan berharap agar di tahun-tahun mendatang tidak ada lagi pernikahan dini.

Henrico Fajar memfasilitasi diskusi

Sementara itu data perceraian di Kecamatan Selo juga mengalami penurunan. Di tahun 2017 cerai gugat ada 20, cerai talak 13 kasus. Tahun 2018 cerai gugat ada 20, cerai talak ada 4 kasus, tahun 2019 sampai agustus cerai gugat ada 5 dan cerai talak ada 5 kasus. Menurut Suyono salah seorang penghulu di KUA Kecamatan Selo penyebab perceraian didominasi adanya orang ke 3 dan penelantaran ekonomi. Henrico Fajar – Divisi Kesehatan Masyarakat SPEK-HAM