Diskusi Publik : Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
- 20
- Mar
Tahun 1999-2013, 413 pengaduan masuk ke SPEK-HAM Surakarta, 65-100% adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga. Jumlah kasus secara nasional yang masuk ke dalam data base Komnas Perempuan pada tahun 2012 saja ada 216.156 kasus, 8.315 (66%), diantaranya adalah kasus ranah personal (keluarga). Bagaimana dengan situasi kekerasan, utamanya kekerasan dalam rumah tangga, yang terjadi di seluruh dunia? Bagaimana pula dengan penanganannya?
Rabu, 19 Maret 2014. SPEK-HAM bekerjasama dengan Komnas Perempuan, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia, dan Solo Pos FM, mengadakan diskusi publik mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Diskusi menghadirkan narasumber seorang Hakim Pengadilan Negeri di Hennepin County, Minnesota, USA Elizabeth V. Cutter. Selain sebagai seorang Hakim, Elizabeth yang peduli dengan HAM khususnya untuk perempuan, juga merupakan seorang aktifis dari NGO “The Advocates for Human Rights” yang bergerak pada isu-isu ; Hak Perempuan, Hak Pengungsi dan Imigran, Hukum Internasional, dan Pendidikan. Diskusi juga menghadirkan narasumber dari SPEK-HAM Surakarta, Endang Listiani (Direktur Yayasan SPEK-HAM Surakarta) serta Ayu Prawitasari (Redaktur Solopos, Desk Kota).
Diskusi mengenai proses-proses peradilan terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Amerika dan Solo Raya oleh peserta dari perwakilan LSM, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Kejaksaan, Polres, Legislatif serta perwakilan dari PPT dan kelompok dampingan SPEK-HAM.
Dalam diskusi yang dilaksanakan di Kantor Redaksi Solo Pos ini, Elizabeth mengungkapkan bahwa hal yang paling penting dalam mengatasi kekerasan dalam rumah tangga adalah adanya kerjasama yang baik dalam masyarakat yang terdiri dari penegak hukum dan NGO, yang saling berkoordinasi untuk menciptakan sistem dalam masyakat untuk pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan. Minnesota memiliki Peraturan Daerah tentang pendampingan dan hampir setiap tahun diamandemen, setiap kali menemukan kesulitan dalam pendampingan dalam setiap kasus. Hal ini merupakan suatu sistem yang diciptakan oleh koordinasi Penegak Hukum dan NGO yang terjalin baik.
Selain itu juga dibutuhkan kebijakan yang lebih menguatkan pada pemenuhan hak-hak korban. Hukum pidana biasa tidak dapat memenuhi hak para korban, harus ada hukum dan kebijakan khusus dalam masyarakat itu sendiri.(spekham/nuel)