JAMBORE KOMUNITAS, Peran Strategis Desa untuk Mendukung Kebijakan Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak

“Spirit perjuangan RA. Kartini tidaklah semata-mata dalam emansipasi semu yang seringkali dirayakan dengan kegiatan-kegiatan yang cenderung mendomestifikasi peran perempuan. Essensi dari perjuangan RA. Kartini adalah membebaskan perempuan dari belenggu kebodohan dan keterbelakangan, kemudian bertransformasi dalam peran-peran strategis pembangunan di setiap bidang kehidupan di Indonesia.” Endang Lisiani, Direktur Yayasan SPEK-HAM.

Boyolali. 20 April 2016. Yayasan SPEK-HAM lembaga yang peduli terhadap persoalan-persoalan perempuan memandang Hari Kartini merupakan hari yang penting untuk mengingat kembali perjuangan Kartini sekaligus menginternalisasikan semangat perjuangan Kartini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta sebagai upaya memperkuat peran strategis perempuan pedesaan di Era UU Desa. Sebagai bentuk penguatan akan hal tersebut, SPEK-HAM bekerjasama dengan BP3AKB Kabupaten Boyolali menyelenggarakan Jambore Komunitas dengan tema “Peran Strategis Desa untuk Mendukung Kebijakan Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak” di Pendhapa Gedhe Kabupaten Boyolali.

Ibu Dasih, Kepala BP3AKB Boyolali, membuka acara

Ibu Dasih, Kepala BP3AKB Boyolali, membuka acara

Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung pemerintah kabupaten untuk berkomitmen pada peran serta tanggungjawabnya dalam inisiasi kebijakan yang pro poor dan pro gender, khususnya terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di era UU Desa. Menguatkan peran desa yang bersinergi dengan kelompok-kelompok perempuan untuk membangun kebijakan dan program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, termasuk penghapusan kekerasan seksual.

Jambore Komunitas salah satu acaranya adalah dialog warga mengundang Bupati Boyolali, Bupati Klaten, Ketua DPRD Boyolali, Kepala Desa Samiran, Kepala Desa Sumur, Kepala Desa Kuncen, serta Komnas Perempuan. Moderator Nila Ayu membuka dialog dengan keberadaan UU No. 6 tahun 2014. Bagaimana ada partisipasi perempuan dalam proses perencanaan, pengambilan kebijakan, pelaksaan dan evaluasi dalam implementasi UU Desa.

Bu Dasih, Kepala BP3AKB Kabupaten Boyolali dalam hal ini mewakili Bupati Klaten yang berhalangan hadir mengatakan “Saya rasa upaya yang dilakukan BP3AKB terkait dengan UU Desa dikaitkan dengan kesehatan perempuan dan pemberdayaan, upaya itu sangat luar biasa mendukung. 261 desa mengajak duduk satu meja dengan Bapermas. Apa saja yang berkaitan dengan perempuan dan anak supaya menjadi salah satu program desa dan dialokasikan dananya. Apapun yang diprogramkan untuk perempuan dan anak tidak pernah dicoret, selalu diutamakan. Namun kenapa kok masih minta desa? Harapan kami bisa mendekatkan kepedulian desa terhadap pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Karena ini salah satu peran pemkab untuk mendekatkan masyarakat dengan pemerintah desa.”

Pada kesempatan yang sama, Ibu Agustin, Kepala PP dan KB Kabupaten Klaten mewakili Bupati Klaten menginformasikan bahwa terkait adanya UU Desa pasal 26 ayat 4 tentang kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender. Di Kabupaten Klaten, sesuai misi yang ke 7 Bupati Klaten yaitu meningkatkan kapasitas pengarusutamaan gender dan perlindungan anak. Sesuai nawa cita yang kelima peningkatan kapasitas kehidupan manusia. Pemilihan bupati dan wakil bupati semuanya perempuan diharap bisa diperhatikan untuk keberpihakan kepada perempuan akan mendapatkan perhatian awal.

Perbup tentang pelayanan utama setiap tahun dari tahun 2015 ada pelayanan gratis untuk perempuan termasuk yang belum memiliki BPJS, ada juga tentang kebutuhan perempuan semua diatur. Disini kita membuat beberapa Perda: Perda tentang Kesehatan, Perlindungan Anak, Difabel, Gusus Tugas PUJ, Layanan kesejahteraan sosial, rintisan MOU dengan Peradi Klaten dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mereka akan melakukan pendampingan dengan gratis. Ada juga kegiatan perempuan yang sudah diatur oleh pemkab, disini kami memunculkan beberapa perda. Perda Gugus Tugas KPA, Kelayaan Kesejahteraan Sosial, kita juga membentuk PPKS (Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera). Setiap ada kasus yang mempunyai masalah bisa datang ke kantor TPKB, UDKS.

Kita juga sudah melibatkan perempuan dalam Musrenbangdes. Dari kelompok perempuan, PKK, kita akan mengadakan TP2AKB ini masing-masing desa diberi fasilitas. Para kader perempuan kita ajak koordinasi dalam pengambilan keputusan dan ada beberapa pelatihan pada kader sehingga bisa meningkatkan ekonomi dari kreativitasnya masing-masing.

“Terkait dengan UU Desa, saya punya satu keyakinan kalau yang hadir di sini belum paham dengan UU Desa. Yang berhubungan dengan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat dan perlindungan masyarakat. Terkait pemberdayaan perempuan, mungkin Boyolali masih kalah dengan Klaten,” jelas Paryanto, Ketua DPRD Kabupaten Boyolali. Lebih lanjut Paryanto mengemukakan “Sudah ada perda, ada juga perda perlindungan TKI, perda perlindungan anak. Bagaimana  kita memberikan perlindungan terhadap anak dan difabel. Ini ada salah satu difabel yang IQnya tinggi tetapi tidak diterima di sekolah yang mumpuni, sehingga kita membuat perda yang mengatur difabel, untuk pemilik perusahaan juga harus memberi ruang untuk difabel. Terait dengan UU Desa, yang paling penting peran serta daerah hingga desa, dalam rangka menyiapkan SDM yang akan diturunkan ke masyarakat, sehingga kaum perempuan tidak hanya ikut berpartisipasi tetapi ikut serta dalam pengambilan keputusan. Boyolali sudah menyiapkan perda mengalokasikan anggaran untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Untuk anggaran berapapun asal untuk kepentingan publik kami akan selalu anggarkan. Kami punya gagasan dan inisiasi sharing se-Surakarta.”

Pameran Produk

Pameran Produk

Indriati Suparno dari Komnas Perempuan mengemukakan bahwa program-program apa saja yang ada kaitannya dengan kepedulian terhadap perempuan, bentuknya SK dan kebijakan daerah. Memprioritaskan kasus kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan terhadap anak. Mungkin semua wilayah memiliki P2TP2A, yang jadi catatan apakah lembaga ini berjalan atau belum. Yang ditingkat kabupaten sudah jalan apa belum, kecamatan dan tingkat desa, apalagi menyambut adanya UU Desa. Terkait dengan birokrasi kedinasan, pemerintah membuat biro kepedulian perempuan, kalau kita memberikan layanan baik dari korban cepat terbantu dan pemerintah dapat penghargaan.

Selain dialog warga, Jambore Komunitas juga diwarnai dengan kegiatan pameran produk komunitas dan jaringan, peluncuran Program Penggalangan Dana Publik “LUMBUNG PEREMPUAN”, serta acara gelar seni budaya dari komunitas dampingan. (Nuel Oei – Staf Informasi Teknologi Data dan Media/spekham.org)