Menginisiasi Koperasi Pangan untuk Memenuhi Hak Kesehatan Perempuan dan Anak
- 30
- Nov
Pencanangan Gerakan Makan Telur Tahun 2015
Kelompok perempuan/Kelompok Wanita Tani “Sekar Putri“ berdiri sejak Februari 2015, berada di Dukuh Karanglo, Desa Musuk, Kabupaten Boyolali. Mengawali dengan memetakan potensi dibidang pertanian dan peternakan, termasuk melakukan riset tentang ternak kambing, tanaman bunga mawar, singkong dan lain sebagainya. Hampir semua anggota kelompok ini menjadi buruh tani, hanya beberapa orang saja yang memiliki lahan lebih dari 1000 meter persegi. Kelompok memiliki kegiatan UMKM mengolah potensi lokal seperti aneka umbi-umbian daan aneka dedaunan menjadi keripik, kue-kue dan juga minuman.
Juni 2015, kelompok ini sudah menginisiasi adanya pra koperasi. Bermodal iuran masing-masing anggota sebesar Rp 50.000,- untuk iuran pokok dan Rp 3.000,- untuk iuran wajib. Dana iuran dikumpulkan dan sudah didiskusikan menjadi pra koperasi pada bulan Oktober 2015. Setelah melihat berbagai kegiatan simpan pinjam di wilayah kadus 2, dimana Kelompok Sekar Putri berdomisili, maka kemudian disepakati adanya pra koperasi “PANGAN” yang spiritnya adalah LUMBUNG PANGAN. Beberapa hal yang mendasari kegiatan ini adalah:
- Kondisi hasil pertanian sudah bergeser. Masyarakat sudah tidak menanam beras di 10 tahun terakhir ini. Untuk mendapatkan beras, penduduk harus membeli.
- Harga beras 3 tahun terakhir meningkat perlahan. Harga Beras layak makan 3 tahun lalu masih Rp 5.000,- sekarang sudah menjadi Rp 9.000,-
- Masyarakat kurang ada kemauan untuk mengkonsumsi makanan alternatf seperti jagung, umbi-umbian meskipun hanya sebagai makanan kedua
Kondisi diatas membangkitkan dan memperkuat niat perempuan yang tergabung dalam KWT Sekar Putri untuk menginisiasi kegiatan pra koperasi yang fokus pada usaha yang gerakannya menitik beratkan pada pangan lokal. Disepakati bahwa beras, jagung, umbi-umbian menjadi sasaran usaha. Seperti pada pertemuan sekolah komunitas bulan Oktober dan November 2015, para anggota membawa satu gelas beras sebagai tabungan sukarela, sedangkan iuran wajib dibelikan beras yang juga dipinjamkan kepada anggota. Mereka menyepakati jasa pinjaman sebesar 1%. Karena keterbatasan modal, maka pinjaman harus lunas pada bulan kedua sejak pengambilan beras (dua bulan lunas). Beras dipinjamkan secara merata pada semua anggota.
Sekolah komunitas bulan November 2015, ada pembahasan mengenai bagaimana supaya usaha pra koperasi lebih terlihat dan memberi manfaat dengan usaha ternak ayam kampung petelur. Pertemuan tersebut menyepakati bahwa tempat yang akan digunakan adalah rumah ibu Fifin. Kandang akan dibuat secara sukarela oleh bapak-bapak dan ibu-ibu. Masing-masing anggota akan berswadaya dengan satu ekor ayam jawa betina, 3 ekor pejantan akan dipinjami ibu Hartani dan ibu Fifin. Telur-telur yang dihasilkan akan dijual pada pengepul. Para anggota juga bisa menjual telur ayam kampung ini dengan harga yang akan disepakati selanjutnya.
Ide ibu-ibu ini mengelitik saya selaku CO. Mengapa ibu-ibu begitu antusias dengan kegiatan ini? Ternyata mereka sudah jarang makan telur kampung, selama ini yang dimakan adalah telur broiler. Ada yang nyeletuk “ Wah sok bisa makan telur/jamu telur jowo pas Posyambing yo” (Wah besok kita bisa makan telur atau jamu telur ayam kampung ya). Saya menilai usahanya sih biasa, tetapi pengelolaannya yang harus kreatif dan menarik orang lain baik pembeli telur/ayam termasuk para invetor.
Disisi lain, mereka juga menyadari bahwa kelompok ini juga masih perlu dikuatkan khususnya tentang perspektif atau sudut pandang tentang gender dan lingkungan kebencanaan sehingga apapun perencanaan program yang mereka lakukan akan melihat perempuan bukan sebagai objek tetapi sebagai subjek dari sebuah perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi kegiatan. Bahwa kegiatan ini memberi manfaat maupun dampak pada perempuan baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga perencanaan kegiatan yang dilaksanakan akan memberi dampak pada sasaran.
Usaha ternak ayam kampung, UKM yang mengolah potensi lokal, simpan pinjam beras, jagung atau hasil bumi apapun hanya menjadi media bagi kelompok perempuan untuk upaya advokasi kepada pemerintah, agar ada kebijakan dari Pemerintah Desa Musuk terhadap perempuan baik dalam bentuk anggaran atau akses program lainya, sehingga keberadaan kelompok perempuan ini akan menjadi penguat roda perekonomian desa menuju desa berdikari.
Penulis : Nocko Alee – CO Divisi Sustainable Livelihood