Refleksi Gerakan Perempuan “PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN & ANAK”
- 17
- Jan
Selasa, 10 Desember 2013.
Hujan cukup deras disaat akan diadakannya kegiatan sarasehan Jejer Wadon, dalam rangka kampanye I6 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Sarasehan kali ini bertemakan “Refleksi Gerakan Perempuan dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”. Kondisi hujan tidak mempengaruhi kegiatan yang diadakan di Balai Soedjatmoko, Kompleks Toko Buku Gramedia Jl. Slamet Riyadi, tetapi semakin memperlihatkan kalau narasumber dan para undangan punya komitment yang tinggi terhadap penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan hadir dalam kegiatan tersebut. Peserta yang datang diantaranya dari perwakilan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat Surakarta, aktivis hukum, aktivis media, akademisi, sastrawan dan masyarakat Surakarta yang peduli, Ormas, serta individu pemerhati kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Tujuan kegiatan kali ini adalah :
- Terbangunnya komitmen bersama akan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
- Refleksi di antara elemen terhadap apa yang sudah disumbangkan dalam rangka penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sebelum kegiatan dimulai, ada pembacaan puisi oleh Yu Pon (istri Wiji Tukul)m, Ibu Haryati Panca Putri (Direktur YAPHI), Ibu Endang Listiani (Direktur SPEK-HAM), Juwita (Talitakum), Wani (anak Wiji Tukul) serta musikalisasi Fajar ( anak Wiji Tukul) and Friends. Kegiatan domoderatori oleh Ibu Vera Kartika Giantari serta narasumber Dra. A. Nunuk Prasetyo Murniati, MA dari Jogja dan Drs. Anung Indro Susanto, MM (Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB Surakarta) yang pada malam itu Beliau tidak bisa hadir.
Sebelum menyampaikan materinya, Dra. A. Nunuk Prasetyo Murniati, MA memperkenalkan diri, setelah itu Beliau menyampaikan materinya dengan awalan terkait Periodisasi gerakan perempuan.
Ada beberapa periodeisasi gerakan perempuan :
- Zaman penjajahan
- Sebelum kemerdekaan
- Sesudah kemerdekaan, dibagi ORLA dan ORBA
- Reformasi sampai kini
Disampaikan juga tonggak sejarah gerakan perempuan Indonesia sendiri diawali dengan berdirinya gerakan perempuan pada tgl 22 Desember 1928. Disampaikan juga adanya perbedaan tujuan dalam gerakan perempuan saat sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan. Dulu, awal gerakan perempuan sebelum kemerdekaan berdiri secara independent. Seseorang masuk bukan karena paksaan, dorongan dari siapapun baik Pemerintah maupun suami tetapi karena keinginan sendiri dan punya persamaan tujuan yaitu perjuangan untuk kaum mereka sendiri, perempuan. Memasuki orde baru, tujuan mulai bergeser. Gerakan perempuan diarahkan untuk mendukung Negara demi pembangunan. Organisasi perempuan independen “Tiarap” kalah dengan gegap gempitanya gerakan PKK & Organisasi perempuan “Dharma”. ini juga yang pada akhirnya menjebak perempuan, terlena dalam “julukan peran ganda”.
Ada beberapa catatan penting yang disampaikan oleh narasumber terkait dukungan Pemerintah Indonesia terhadap gerakan perempuan :
- Tahun 1983, Menteri Urusan Wanita RI meratifikasi CEDAW à diwujudkan adanya UU. RI. No. 7 tahun 1984.
- Tahun 1995, Pemerintah Indonesia terikat keputusan BPFA (Beijing Plan For Action), didalamnya ada ketentuan antara lain mengenai gender mainstreaming, quota 30% bagi perempuan.
- Respon Pemerintah Indonesia mengenai Gender Mainstreaming à muncul Dasar Hukum Gender Mainstreaming è Intruksi Presiden No. 9 tahun 2000, dilanjutkan menjadi Undang-Undang Kesetaraan Gender (sampai saat sekarang belum selesai pembahasannya).
- Tahun 2000, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan meratifikasi Optional Protokol à Mekanisme langsung untuk komunikasi ke London.
Hal penting yang disampaikan narasumber lainnya adalah “Perempuan membangun gerakan dengan kekuatan bukan dengan kekuasan”. Ini berarti gerakan perempuan mestinya mempunyai tujuan yang sama walaupun yang dilakukan mungkin berbeda-beda. Itu juga yang menjadi kritik akan gerakan perempuan masa kini. Banyak organisasi maupun gerakan perempuan yang berkembang tetapi arah tujuannya justru melenceng jauh dari arah gerakan perempuan saat dulu, tidak ada benang merah yang menyatukan antar gerakan perempuan. Itu pula yang kadang kala dijadikan alat untuk memecah belah gerakan perempuan.
Kegiatan selesai pukul 22.00 WIB, tidak ada kesepakatan bersama dalam acara ini. Pembelajaran yang didapat dalam acara ini adalah “Negara sudah banyak melakukan banyak hal tetapi yang dilakukan itu memberi arti apa dan makna apa, saat nya juga untuk bergandengan tangan untuk mengalang kebersamaan antar gerakan perempuan, semakin beragamnya gerakan perempuan semakin lebih baik, saatnya masing-masing untuk berefleksi kembali..”(spek-ham/fitri hr, email: fitrijunanto@yahoo.com)