Sudah Terlanjur

Sudah TerlanjurSebut saja namaku Atik, anak desa yang lahir 18 tahun 8 bulan yang lalu di bulan Februari tahun 2013 ini. Kisah cintaku dengan Si Endro (bukan nama sebenarnya) yang berusia 21 tahun, kumulai pada bulan Desember 2011. Tak lama setelah tanggal jadian kami, Endro pergi ke luar Jawa untuk bekerja.  Hubungan jarak jauh mulai kami jalani.

Tak lebih dari 3 bulan dia pulang kampung lagi dan aku tak ingin main-main lagi dengan cinta. Memang Endro bukan pacar pertamaku. Kalau dihitung dengan jari, jumlah mantanku lebih dari total jari kaki dan tangan yang kumiliki. Rasa cinta ini kujalani dengan serius. Endro berjanji akan bersamaku selamanya, janji dan bujuk rayunya membuatku percaya 100% pada cintanya. Sebenarnya orang tua kami tidak merestui hubungan ini karena beda Agama. Cinta membuatku menurut saja padanya.

Saat itu usiaku belum ada 18 tahun, dia merayuku dengan janji-janji manisnya. Dia membujukku agar hubungan ini direstui orang tua kami, maka harus  melakukan hubungan layaknya suami istri. Aku takluk, setelah melakukan itu dia berjanji sehidup semati bersamaku. Waktu demi waktu ku lalui, hari demi hari kulewati.

Aku tidak sekolah sejak kelas 2 SMK (sebenarnya kelas 1 SMK tapi tinggal kenaikan kelas) karena orang tuaku tidak mampu membiayai. Aku mencoba bekerja dari satu tempat ketempat lain. Pada bulan April tahun 2012 aku mulai kerja di Sukoharjo, jarak dan kesibukan kerja membuat hubungan kami mulai retak. Aku pernah memutuskan hubungan ini dengan dia, karena aku berpikir cinta ini tidak akan bersatu.

Ternyata dia tidak mau kuputuskan. Dia mulai mengancamku, ancamannya “Saya akan sms teman-temanmu dan  akan opname”. Tak hanya itu ancamannya “jika kamu tidak pulang, aku akan bilang ke orang-orang kalau kita pernah melakukan hubungan seksual berulang kali”. Ancamannya membuatku pulang. Untungnya pas hari libur juga, jadi aku bisa pulang ke Klaten. Aku menemuninya jam 10.00 WIB pagi. Dia menjadi baik sekali, lagi-lagi dia membujukku melakukan hal itu.

Dengan berbagai pertimbangan aku memutuskan untuk keluar dari pekerjaanku.  Aku pulang ke Klaten, dia menjemputku di terminal Cawas. Pada bulan  September 2012 dia memutuskan aku dan pada bulan yang sama dia minta kembali lagi. Memang hubungan kami sempat diwarnai putus sambung.

Aku merasakan ada yang beda dengan tubuh ini. Teman-temanku membelikanku alat pengecek kehamilan. Benar saja, hasilnya positif. Aku hamil, usia kandungannya sudah 10 minggu. Aku ke kiosnya untuk menjelaskannya tapi aku malah diusir, Kami bertengkar karena kehamilanku ini. Pernah dia ingin menemuiku tapi, aku sudah terlanjur membencinya. Selain tidak mau bertanggungjawab dia juga medua.  Semenjak itu aku memutus kontak dengan dia.

Hingga akhirnya pada bulan Januari 2013 Perangkat Desa turun tangan. Pihak keluarga Endro tidak bersedia kami menikah jika belum ada hasil tes DNA.  Surat perjanjian itu tidak adil bagiku. Saat ini usia kehamilanku sudah menginjak 6 bulan.  Hampir setiap bulan aku periksa dengan uang seadanya dari hasil kerjaku. (seperti dituturkan kepada Maria Sucianingsih/www.spekham.org)