Bertutur Pengalaman Pribadi dari Komunitas, Perempuan Penyintas (Survivor) dalam Pelatihan Konseling Feminis
- 09
- Jun
Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah sosial yang sering terjadi di masyarakat kita. Sejak tahun 1998, SPEK-HAM melakukan berbagai pendidikan kritis untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis gender pada masyarakat luas di Soloraya dan Jawa Tengah. Adanya program tersebut diharapkan mampu mendukung perwujudan cita-cita untuk penghapusan kekerasan berbasis gender, terutama penghapusan kekerasan terhadap perempuan bisa tercapai.
Tahapan pencegahan maupun penanganan kekerasan berbasis gender terutama yang dilakukan komunitas yang berada langsung di masyarakat seringkali masih memiliki batasan dalam kuantitas maupun terkait ketrampilan terutama dalam hal bagaimana melakukan konseling yang berperspektif feminis khususnya ketika melakukan pendampingan kasus kekerasan seksual pada kelompok rentan dan marginal (SOGIEB, penyandang disabilitas, dan PRT korban kekerasan seksual).
SPEK-HAM melalui Program “Pemulihan Transformatif bagi Perempuan Korban dari Inisiatif Komunitas menjadi Tanggung Jawab Negara” melakukan pelatihan konseling feminis selama 3 hari ditanggal 3 s/d 5 Juni 2016, bertempat di Hotel Sala View. Peserta yang terlibat ada 30 orang yang berasal dari LRC-KJHAM Semarang, Ciqal Yogjakarta, Rifka Anissa Yogjakarta, Saper Magelang, Upipa Wonosobo, Sekar Jepara, pendamping komunitas dan komunitas dampingan SPEK-HAM (Kelurahan Kemlayan Surakarta, Kelurahan Sewu Surakarta, Desa Musuk Kabupaten Boyolali, Desa Sawahan Kabupaten Boyolali, Desa Pacing Kabupaten Klaten, Forum Paralegal dan juga suvivor).
Dimulai dengan bertutur pengalaman pribadi masing-masing peserta, hal yang paling membahagiakan dan menyenangkan yang kemudian dilanjutkan bercerita mengenai kekerasan yang dialami dan paling membekas. Setelah bertutur pengalaman dilanjutkan dengan pemulihan diri sebagai tahap awal bagaimana seseorang agar mampu melakukan pendampingan korban. Jika diri sendiri belum selesai akan dirinya sendiri, bisa jadi jika melakukan konseling maka energi negatiflah yang akan disalurkan atau dendam yang dijadikan dasar konseling. Energi positif selalu disebarkan dalam sesi ini dan bagaimana menggali diri untuk melakukan pemulihan diri.
Hingga sesi berakhir, hal positif banyak yang disampaikan para peserta, seperti yang disampaikan Mbak A “Saya semakin kuat dan yakin menentukan pilihan kedepan setelah ikut pelatihan ini. Saya juga menjadi semangat dan punya pengalaman banyak mengenai kekerasan terhadap perempuan dan bagaimana dengan orang-orang yang bisa saya ajak komunikasi jika disekeliling saya ada kekerasan. Saya juga semakin memiliki kepedulian dan berharap kedepan saya bisa mengumpulkan perempuan di sekeliling saya agar tidak mengalami kekerasan”. Tidak terasa pelatihan berakhir dengan harapan bersama. Apa yang menjadi harapan perserta kedepan bisa terwujud dan mereka mau mempraktekkan apa yang didapat dalam pelatihan.
(Atik Fatmawati-CO Pencegahan dan Penanganan Kasus Berbasis Masyarakat/spekham.org)