PERJUANGAN TANPA HENTI “ DINAMIKA PENAGANAN KASUS KEKERASAN BERBASIS GENDER”

Semarang, 24 April 2014.

Pagi pukul 09.00 WIB, Rapat Koordinasi Jaringan Penganan Kasus dilaksanakan di kantor Pemberdayaan Perempuan, Jalan Pamularsih 28 Semarang. Koordinasi tersebut dihadiri oleh berbagai Lembaga layanan terkait seperti : PPT Provinsi Jawa Tengah, PPT Kabupaten Tegal, Polda Kota Semarang, LRC-KJHAM, Biro Hukum Setda Provinsi Jawa Tengah, P2TP2A Kabupaten Klaten, PPT Seruni Semarang beserta dengan Psikolog.

Ada beberapa kasus jaringan yang dibahas saat berada dalam koordinasi tersebut, diantaranya kasus  “WJG” yang didampingi oleh SPEK-HAM, PPT Kabupaten Klaten, dan Psikolog PPT Seruni Semarang. Kasus “WJG” dalam penaganannya membutuhkan waktu cukup panjang, itu juga yang menjadi perhatian BP3AKB Propinsi Jawa Tengah, sehingga melalui Komisi Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak mengadakan kegiatan tersebut. Tidak adanya titik terang dalam penyelesaian beberapa kasus, dan salah satunya adalah kasus ”WJG” dikarenakan banyaknya kendala selama proses pendampingan maupun pemberkasan kasus.

Koordinasi yang dipimpin oleh perwakilan dari PPT Provinsi Jawa Tengah tersebut diawali dengan mendengarkan penjelasan dari para pendamping kasus “WJG”, yaitu terkait dengan proses yang sudah dilakukan sejauh ini. Berdasarkan penjelasan para pendamping dapat disimpulkan bahwa kendala utama dalam kasus ini adalah belum adanya keputusan yang pasti dari “WJG”. Korban menyampaikan kepada pendamping dari SPEK-HAM bahwa dia mau bercerai, begitu juga yang korban sampaikan pada saat proses, tetapi lain waktu bila ditanya dari PPT Semarang menyampaikan tidak mau bercerai. Upaya mediasi telah dilakukan dari institusi pihak suami yang seorang TNI tetapi tidak ada titik temu. Saat sidang di Auditur Jawa Tengah, untuk memproses kasus KDRT maupun indikasi kekerasan seksual pada anaknya, dari pendamping-pendamping sidang dan dari pihak auditur juga sudah memberikan gambaran, lebih baik korban mengajukan cerai karena dengan begitu proses 1/3 hak gaji suami bisa didapatkan, dari pada kalau proses kasus ini dilakukan dengan putusan akhir, maka suaminya akan diberhentikan dengan tidak hormat dan justru istri tidak akan mendapat hak apapun.

Korban berharap suaminya tidak masuk penjara dan dia tidak mau juga kehilangan hak-haknya. Keinginan korban ingin pisah rumah tanpa adanya perceraian, dengan anak-anak ikut korban dan korban mendapatkan hak dari gaji suaminya. Hal tersebut yang akhirnya juga mempersulit pendamping, dan pihak auditor sendiri susah untuk memenuhi. Selama ini “WJG” dinilai belum benar-benar memahami  kebutuhannya, harus ada konseling intensif untuk “WJG” juga anaknya. Kita harus tahu apa motif yang melatar belakangi “WJG” sering berubah-ubah dalam mengambil keputusan, setelah itu lakukan penguatan dan bantu “WJG” mengenali kebutuhannya.  Harus ada kepastian yang jelas dalam kasus ini.  “WJG harus berani mengambil keputusan dengan segala konsekuensi di dalamnya”  kata  pimpinan rapat. Dari rekomendasi yang diberikan oleh pemimpin rapat tersebut, maka disepakati bahwa Ernida selaku Psikolog PPT Seruni Semarang yang akan melakukan konseling secara intensif kepada “WJG”.

Perjuangan para pendamping kasus “WJG” terbilang cukup panjang dan sulit, namun demikian bukan berarti harus berhenti sampai disini. Upaya demi upaya dengan segala konsekuensinya selalu kami lakukan untuk mendapatkan penyelesaian dalam kasus ini.  Perjuangan  tidak akan terhenti sampai pada keputusan terbaik bagi korban.(intan-fitri/spekham)