Empat September Sebagai Hari Hak dan Kesehatan Reproduksi dan Seksual
- 04
- Sep
Mungkin belum banyak yang tahu dan mengingat bahwa tanggal 4 September diperingati sebagai Hari Hak dan Kesehatan Reproduksi dan Seksual. Dalam kerangka pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan seksual, SPEK-HAM telah melakukan upaya membangun kesadaran serta pendidikan publik sejak tahun 2005 di Solo Raya, khususnya di Kota Solo. Selanjutnya sejak tahun 2014, SPEK-HAM telah bekerjasama dengan BAPPERMAS, PP, PA dan KB KOta Solo melakukan pendidikan bagi kader kesehatan di tingkat Kelurahan di Solo. Dalam pelatihan yang didakan secara bertahap hingga seluruh kelurahan dapat dilatih ini, tindak lanjut yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi perempuan dengan didukung oleh Dinas Kesehatan Kota Solo. Hasil dari setiap pemeriksaan ini dapat dilihat dalam paparan dalam bentuk peta digital berbasis Google Maps yang dapat dilihat disini.
Disamping itu, sebagai bagian dari Pemenuhan Hak Kesehatan Reproduksi dan Kesehatan Seksual ini maka secara nasional kampanye yang telah dicanangkan adalah hadirnya produk hukum yang mampu melindugi perempuan dari kekerasan seksual. Upaya ini dilakukan melalui dorongan kepada pihak legislatif (DPR) agar memasukkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas 2016. Berikut rilis pers, Komnas Perempuan terkait peringatan ini.
Siaran Pers Komnas Perempuan terkait Hari Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksual
Lindungi Hak dan Kesehatan Reproduksi dan Seksual:
Canangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas 2016
Memperingati hari hak dan kesehatan reproduksi dan seksual yang diperingati setiap 4 September, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan kepada semua pihak bahwa PEMAJUAN, PERLINDUNGAN, pemenuhan, PENEGAKAN dan penghormatan HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA pada prinsipnya saling terkait antara satu hak dengan hak lainnya, tidak dapat dibagi-bagi dan dipisahkan satu sama lain. Demikian pula dengan pemenuhan Hak dan Kesehatan Reproduksi dan Seksual merupakan bagian dari pemenuhan Hak Konstitusional dan Hak Asasi Manusia. Hak dan kesehatan reproduksi dan seksual mencakup di dalamnya hak seksual, hak reproduksi, hak kesehatan reproduksi dan seksual.
Hak tersebut menjamin hak dasar setiap individu ataupun pasangan untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah, jarak, dan waktu memiliki anak dan untuk memperoleh informasi dan juga terkandung makna memiliki hak untuk memperoleh standar tertinggi dari kesehatan reproduksi dan seksual. Juga termasuk hak mereka untuk membuat keputusan menyangkut reproduksi yang bebas dari diskriminasi, perlakuan sewenang-wenang, dan kekerasan. Termasuk hak perlindungan anak dari eksploitasi dan penganiayaan seksual. Setiap individu mempunyai hak untuk dilindungi dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual.
Oleh karena itu, setiap bentuk kekerasan seksual adalah merupakan pelanggaran terhadap hak dan kesehatan reproduksi dan seksual dan oleh karenanya merupakan pelanggaran HAK KONSTITUSI dan HAM. Pendokumentasian Komnas Perempuan terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 1998 – 2013 menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan, atau 93.960 kasus dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan (400.939). Dan itu sama artinya dengan 35 orang setiap harinya menjadi korban kekerasan seksual. Selain itu, sebagaimana dilaporkan dalam Catatan Tahunan (CATAHU) 2013 Komnas Perempuan, fakta kekerasan seksual menunjukkan bahwa kekerasan seksual terjadi dalam beragam kasus dengan intensitas dan variasi kekerasan yang semakin meningkat.
Pendokumentasian ini juga berhasil menemukenali setidaknya terdapat 15 (lima belas) bentuk kekerasan seksual, yang belum seluruhnya tersedia payung hukum perlindungan bagi korban. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum mengatur secara spesifik dan komprehensif tentang pencegahan, penanganan, pemulihan bagi korban, rehabilitasi pelaku, tanggung jawab negara serta pemidaaan akumulatif bagi pelaku kekerasan seksual.
Selain merupakan pelanggaran HAK KONSTITUSI dan HAM, kekerasan seksual juga merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, karena mengakibatkan korban mengalami kehilangan hak atas otonomi seksual, integritas seksual dan keamanan atas tubuh dan seksualitasnya. Oleh karena itu, terhadap setiap peristiwa kekerasan seksual, maka negara bertanggung jawab untuk melakukan penyidikan dan penuntutan, serta penghukuman terhadap pelaku, dan melakukan pencegahan, perlindungan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual. Untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, maka negara melalui DPR RI dan Pemerintah perlu segera menghadirkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tanpa ditunda-tunda.
Bersama ini, Komnas Perempuan menyerukan kepada:
1. Dewan Perwakilan Rakyat memprioritaskan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam Prolegnas Prioritas 2016.
2. Pemerintah mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas Prioritas 2016.
3. Aparat Penegak Hukum berperan aktif melakukan proses peradilan yang berkeadilan bagi korban.
4. Lembaga Masyarakat dan Korporasi berperan aktif melakukan pencegahan dengan memberikan informasi mengenai kekerasan seksual dan dampaknya bagi kesehatan reproduksi dan seksual. (spekham.org/Divisi Kesmas)